Gema JUMAT, 4 Desember 2015
Oleh H. Basri A. Bakar
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maaidah: 2)
Dalam kehidupan, tolong menolong sangat dianjurkan, bahkan meripakan anjuran agama yang sangat luhur, namun tidak semua bentuk tolong menolong itu dapat bernilai positip. Agama hanya hanya menganjurkan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Bahkan Ibnu Katsir mengatakan bahwa firman Allah tersebut memerintahkan kepada manusia agar tolong menolong dalam kebaikan atau birru.
Menurut Zaid bin Aslam, sebab ayat ini diturunkan berkenaan dengan Rasulullah dan para sahabat saat berada di Hudaibiyyah, yang dihalangi orang-orang musyrikin untuk sampai ke Baitullah, keadaan ini membuat sahabat marah. Suatu ketika, dari arah timur, beberapa orang musyrikin yang akan umrah berjalan melintasi mereka. Para sahabat pun berkata, bagaimana jika kita juga menghalangi mereka, sebagaimana kita pernah dihalang-halangi.
“Al-Birru adalah satu kata bagi seluruh jenis kebaikan dan kesempurnaan yang dituntut dari seorang hamba. Lawan katanya al-itsmu (dosa) yang maknanya adalah satu ungkapan yang mencakup segala bentuk kejelekan dan aib yang menjadi sebab seorang hamba sangat dicela apabila melakukannya”.(Imam Ibnul Qayyim).
Oleh karena itu seorang mukmin wajib menolong sesama, baik ia suka maupun tidak suka selama masih dalam koridor Islam. Rasulullah SAW bersabda: “Tolonglah saudaramu baik dalam keadaan zhalim atau dalam keadaan mazhlum (dizhalimi)”. Kemudian Rasulullah SAW ditanya, “Ya Rasulullah, aku menolong yang dizhalimi itu hal yang biasa. Tapi bagaimana caranya menolong saudaraku yang dalam keadaan zhalim?” Beliau menjawab, “Engkau melarang dan mencegahnya agar tidak berbuat zhalim, maka inilah cara menolongnya,” (HR. Bukhari).