Oleh Dr. Sri Suyanta (Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry)
Muhasabah 30 Muharam 1440
Saudaraku, pasangan asmaul husnaNya Allah al-Muqaddim yang telah diulangkaji sebelumnya, adalah al-Muakhir. Di samping yang maha mendahulukan, Allah juga yang maha mengakhirkan. Inilah di antara kemahamutlakan perbuatan Allah atas segala yang ada, termasuk manusia dan hamba-hambaNya. Hanyasaja kita layak memahami apa dan siapa yang didahulukan, kemudian apa dan siapa yang diakhirkan, dan mengapa?. Di sinilah pentingnya kita mengulangkaji keberkahan mensyukuri al-Muakhir setelah sebelumnya mensyukuri al-Muqaddim.
Saudaraku, sebagaimana telah disampaikan bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini, kita mesti bijak bersikap. Ada banyak hal yang harus diprioritaskan sehingga didahulukan dan lainnya diakhirkan. Nah ibrah Al-Muqaddim adalah agar kita mendahulukan (ridha) Allah daripada selainnya. Menomorsatukan Allah daripada harta, tahta, dan wanita/pria/keluarga/sanak saudara. Dengan mendahulukan dan menomorsatukan Allah, maka Allah menyambut dengan mendahulukan (menjawab doa-doa) kita dan tidak diakhirkan. Dan yang diakhirkan hanyalah orang-orang yang mengakhirkan Allah dalam kehidupannya, apalagi orang-orang yang melalaikan dan mendustakanNya.
Oleh karena itu, agar tetap bijak bertindak dan doa kita juga didahulukan oleh Allah swt dan tidak diakhirkan okeh Allah maka diingatkan kembali pentingnya mensyukuri al-Muakhir.
Al-Muakhir secara umum dipahami bahwa Allah adalah zat yang maha mengakhirkan apa dan siapa saja yang dikehendakiNya. Siapa saja yang dikehendakiNya ini tentu merupakan respon atas keteledoran manusia yang telah menempatkan Allah di akhir prioritas hidupnya. Karena manusia mengakhirkan Allah, maka Allah pun nengakhirkan dirinya dari rahmatNya. Karena manusia melupakan Allah, maka Allah pun melupakannya. Karena manusia menjauhi Allah, maka Allah pun jauh darinya dan seterusnya.
Allah mengingatkan dalam firmanNya yang artinya, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 18-19).
Tentang kemahamutlakan mendahulukan dan mengakhirkan, Allah berfirman yang artinya, tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Qs. al-A’râf: 34).
Ayat lain Allah berfirman yang artinya. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.” (Qs. Nûh: 4).
Oleh karenanya, sebagai orang beriman, sudah selayaknya kita mengembangkan sikap mensyukuri al-Muakhir baik dengan hati, lisan maupun petbuatan nyata.
Pertama, mensyukuri al-Muakhir di hati dengan meyakini bahwa Allah di samping mendahulukan hamba-hambaNya yang mendahulukan Allah dalam kehidupannya, Allah juga mengakhirkan sesiapapun yang mengakhirkanNya dalam kehidupannya.
Kedua, mensyukuri al-Muakhir secara lisan dengan mengucapkan alhamdulillahirabbil ‘alamin dan memuji dengan asmaNya. Dengan memuji al-Muakhir semoga kita tidak diakhirkan, apalagi dilupakan oleh Allah.
Ketiga, mensyukuri al-Muakhir dengan perbuatan nyata, di antaranya dengan mengakhirkan segala yang dapat menghalangi kita dari mengingat Allah. Dengan mengakhirkan segala hal (harta, tahta, dan wanita/pria/keluarga) yang dapat menghalangi dari mengingat Allah, maka kita dapat mendahulukan, memprioritaskan, menomorsatukan Allah dalam kehidupan kita.