Tabloid Gema Baiturrahman, Edisi Jum’at 20 Februari 2015.
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: “(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”.(QS. al-Maidah 106)
Ayat ini menerangkan tentang bagaimana seharusnya masyarakat muslim menyikapi permasalahan wasiat. Ayat tersebut di atas menurut riwayat Imam Bukhari merupakan asbabunnuzuul ayat yang berasal dari Ibnu Abbas yang menceritakan: “Ada seorang dari Bani Sahm keluar bersafar bersama Tamim Ad Daariy (sewaktu Tamim belum masuk Islam) dan ‘Addiy bin Badaa’, lalu orang yang berasal dari Bani Sahm itu meninggal di negeri yang tidak terdapat seorang muslim. Ketika Tamim dan Addiy datang membawa harta peninggalannya, mereka kehilangan wadah dari perak yang berukiran daun pohon kurma dari emas, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat mereka bersumpah, kemudian wadah itu ditemukan di Mekah, mereka berkata, “Kami membelinya dari Tamim Ad Daariy dan Addiy.” Lalu dua orang wali dari orang Bani Sahm itu bangkit dan bersumpah dengan mengatakan, “Sesungguhnya persaksian kami lebih berhak (diterima) dari persaksian mereka berdua,” dan wadah itu diberikan kepada saudara mereka. Kepada merekalah turun ayat, “Yaa ayyuhalladziina aamanuu syahaadatu bainikum idzaa hadhara ahadakumul mautu…dst.
Kemudian Allah dalam ayat ini memerintahkan mengangkat dua orang saksi terhadap wasiat yang hendak dibuat ketika seseorang kedatangan tanda-tanda kematiannya. Dibolehkan mengambil orang lain yang tidak seagama dengan sebagai saksi, jika tidak ada orang Islam yang akan dijadikan saksi. Dalam konteks kekinian, wasiat harus dijalankan bila tidak menyalahi hal-hal yang berkaitan dengan jumlah bagian fara’idh, namun wasiat itu apabila tidak dijalankan sesudah seseorang bersumpah untuk menyelesaikan urusan wasiat tersebut kepada orang-orang yang akan diwasiati. Begitulah hukum yang diturunkan oleh Allah, agar menyempurnakan wasiat, sebagai bagian ‘amanah’ yang harus disampaikan kepada penerimanya. Lalu, pertanyaan bagi kita, bahwa rasulullah berwasiat kepada kita agar selalu berpegang kepada Allah dan sunnah rasulnya, dan berapakah dari kita yang berpegang teguh pada wasiat beliau? Wallahu a’lam bi shawaab.