GEMA JUMAT, 26 APRIL 2019
Awal Mei, umat Islam akan menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Seperti diketahui, Ramadhan adalah bulan segala bulan. Bulan yang penuh berkah, bulan menahan diri dari berbagai nafsu serta menahan diri dari segala hal yang halal sejak sahur hingga berbuka puasa.
Berbeda dengan daerah lain, biasanya dua atau satu hari sebelum Ramadhan, di Aceh digelar meugang. Tradisi yang sudah ratusan tahun. menyembelih sapi yang dagingnya bisa disantap ketika sahur atau berbuka puasa. Begitu pentingnya meugang, suatu ketika Ketua MUI Aceh Prof Ali Hasjmy meminta pemerintah mengeser tanggal pencoblosan pada 9 Juni 1992 untuk digeser. Pasalnya, tanggal pencoblosan bersamaan dengan tradisi meugang. Karena itu,k dia meminta kalau bisa tanggal pencoblosan dimajukan dua atau tiga hari. demikian juga, umat Islam yang berhaji, tanggal tersebut bersamaan dengan wukuf di Padang Arafah.
Kembali pada konsep tradisi meugang yang sejatinya disambut dengan gembira. Ini kesempatan untuk berbagi daging kepada kaum dhuafa. Meugang ini mesti dimaknai bahwa ini tanda memasuki bulan puasa atau Hari Raya Idul Fitri atau Hari Raya Haji. Di masa kerajaan Aceh, raja atau uleebalang yang di daerah wilayah yang menyediakan daging meugang kepada anak yatim, kaum lansia, atau dhuafa. Warga yang miskin tidak perlu gelisah menjelang meugang karena kaum hartawan memberikan setumpuk daging segar meugang kepada mereka yang berhak menerimanya. Nikmatnya meugang di masa lalu.
Kini jelang meugang, kaum dhuafa gelisah karena tidak ingin anak-anaknya hanya menghirup aroma masakan daging meugang dari tetangganya. Hukum ekonomi pun berlaku. Permintaan melonjak, stok terbatas, maka harga melangit. Jadilah harga daging di Aceh termahal di dunia yakni 1 kg mencapai Rp 170 ribu. Lazimnya harga 1 kg daging di kisaran Rp 80 ribu alias di bawah Rp 100 ribu.
Pemerintah Aceh sudah berupaya memasok sapi dari luar Aceh agar harga daging meugang tidak terlalu mahal. Demikian daging beku seukuran batu bata yang diimpor tidak diminati warga yang sudah menjadi tradisi membeli daging segar di pasar-pasar darurat di pasar.
Hakikatnya, daging meugang itu juga menjadi pemberi semangat kepada anak-anak yang baru belajar berpuasa. Santapan bergizi dan sehat ketika sahur dan berbuka puasa akan semakin kekuatan stamina berpuasa selama lebih dari 12 jam.
Berbagai upaya perlu dilakukan agar harga meugang tidak meroket dengan cara pemerintah turun tangan mendistribusikan sapi-sapi ke warga agar harga bisa ditekan. Cara selanjutnya, perlu turun tangan dari hartawan untuk menjual daging sapi seperti harga standar sebelum meugang atau memberi sumbangan daging meugang kepada warga miskin. Alternatif selanjutnya, di setiap gampong diadakan arisan meugang. Dengan demikian setiap satu gampong bisa mengadakan arisan meugang. Berbagi daging meugang adalah wujud dari ukhuwwah islamiyah. Jangan sebut sangat alim ibadah jika tetangga kiri kanan, depan belakang masih kelaparan.
“Beribadahlah kepada Allah dan jangan menyekutukannya dengan sesuatu apa pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga atau kerabat dekat, tetangga atau kerabat jauh, rekan di perjalanan, Ibnu Sabil, dan kepada budak yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan apa yang dia miliki.” (QS. An-Nisa: 36). [Murizal Hamzah]