Kampung Singkong di Kelurahan Klender, Jakarta Timur terkenal sebagai kampung pengemis. Penghasilan mereka terbilang fantastis. Dalam sehari mereka mendapatkan 500 ribu rupiah hingga 600 ribu rupiah. Namun, dengan penghasilan sebesar itu, mereka tampil memprihatinkanagar bisa mendapat simpati dan mendapat tunjangan sosial dari Pemerintah Daerah.
Persoalan pengemis dan kemiskinan, memang seperti tak pernah selesai. Disinilah sebenarnya pendekatan Pemerintah dalam menyelesaikan masalah kemiskinan mesti diubah. Kemiskinan seharusnya bukan untuk dientaskan atau dihilangkan. Akan tetapi, kemiskinan semestinya diberdayakan hingga berganti dengan kesejahteraan.
Pemetaan Kondisi
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa suatu ketika ada seorang pengemis dari kalangan Anshar datang meminta-minta kepada Rasulullah Saw.
Lalu Beliau bertanya kepada pengemis tersebut, “Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?” Pengemis itu menjawab, “Tentu, saya mempunyai pakaian yang saya pakai sehari-hari dan sebuah cangkir.”
Rasulullah SAWlangsung berkata, “Ambil dan serahkan kepadaku!” Lalu pengemis itu menyerahkannya kepada Rasulullah Saw, kemudian Rasulullah Saw menawarkannya kepada para sahabat, “Adakah di antara kalian yang ingin membeli ini?” Seorang sahabat menyahut, “Saya beli dengan satu dirham.” Rasulullah Saw menawarkannya kembali,” Adakah di antara kalian yang ingin membayar lebih?” Lalu ada seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan harga dua dirham.
Rasulullah SAW menyuruh pengemis itu untuk membelikan makanan dengan uang tersebut untuk keluarganya, dan selebihnya, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membeli kapak. Rasullulah bersabda, “Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu.” Sambil melepas kepergiannya, Rasulullah Saw pun memberinya uang untuk ongkos.
Setelah dua minggu, pengemis itu datang lagi menghadap Rasulullah SAW sambil membawa uang sepuluh dirham hasil dari penjualan kayu.
Lalu Rasulullah menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya, seraya bersada, “Hal ini lebih baik bagi Mewujudkan Negeri tanpa Pengemis kamu, karena meminta-meminta hanya akan membuat noda di wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakirmiskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat sesorang tidak bisa berusaha.”(H.R. Abu Daud).
Pola Pemberdayaan
Sikap Rasulullah SAW da lam menghadapi pengemis inilah yang disebut dengan memberdayakan kemiskinan. Rasulullah Saw tidak langsung memberi makanan atau uang pada pengemis tersebut tetapi justru menanyakan apa yang dimilikinya. Meski ketika itu, Rasulullah tahu benar bahwa pengemis itu benar-benar miskin.
engan modal yang berasal dari penjualan cangkir dan pakaian, pengemis tersebut diperintahkan untuk membeli kapak dan menjual kayu sebagai mata pencahariannya. Pengemis itu juga tidak diizinkan bertemu dengan Beliau selama dua pekan. Hal ini berguna agar tidak ada aduan meminta belas kasihan dan pembelajaran dari Rasulullah Saw agar si pengemis tadi berupaya keras. Hasilnya, pengemis tadi telah meningkatkan kelas sosialnya dengan menjadi penjual kayu dan mampu menafkahi keluarganya dengan keringatnya sendiri.
Pola seperti inilah yang sebaiknya diterapkan oleh pemerintah untuk mewujudkan negeri tanpa pengemis. Dimana setiap warga miskin digerakkan untuk bangkit berdasarkan potensi yang mereka miliki. Hingga kesadaran untuk hidup sejahtera muncul dari diri sendiri.
Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Beliau tahu bahwa pengemis tadi masih mampu mengumpulkan kayu dan menjualnya dan kayu ketika itu masih menjadi kebutuhan besar masyarakat Madinah. Karena itulah, Beliau menggerakkan potensi tersebut agar si pengemis berupaya mandiri mendapatkan penghasilan.
Pola eksplorasi potensi, memetakan peluang, mengedukasi, dan memompa semangat warga miskin untuk bangkit; penyikapan inilah yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memberdayakan kemiskinan.
Di samping itu, diperlukan pula payung hukum untuk melindungi produksi dan pemasaran warga miskin agar masyarakat menyerap produk mereka, bukan dari perusahaan atau investor besar. Diperlukan pula ketegasan dari Pemerintah Pusat dan Daerah agar masyarakat tidak memberi uang pada pengemis dan tidak pula memberi bantuan cuma-cuma karena hanya akan menina-bobokkan warga miskin. Fungsi lembaga zakat dan lembaga sosial juga harus diatur sehingga penyetoran zakat, infaq, dan shodaqoh beserta peyalurannya benar-benar akurat dan tepat sasaran. Ibnu Syafa