Perkembangan organisasi Nadhlatul Ulama (NU) Aceh melalui banyak rintangan. Memulai NU Aceh dari nol lagi, kini organisasi ini telah berkembang layaknya bunga mawar yang kembali mekar. NU telah memiliki fasilitas-fasilitas yang dulunya sempat telah tiada.
Ketua Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Aceh terpilih Tgk Faisal Ali mengatakan, lima tahun lalu ia mengawali memipin NU, aset yang dimiliki NU hanya stempel. “NU sekitar 1980-an kita pernah jaya, pernah ada sekolah, kantor. Tetapi akibat pengurus yang tidak ikhlas, pada akhirnya, aset-aset itu menjadi milik pribadi. Makanya, membuat NU itu kembali kepada nol,”kata lelaki yang akrab disapa Lem Faisal ini.
Semenjak pertama kali memimpin NU, Tgk Faisal bertekad supaya NU memiliki kantor representatif. Lengkap dengan fasilitasnya. Ia menginginkan supaya NU kembali berjaya seperti dulu. Katanya, salah satub hambatan pengembangan NU karena Aceh saat itu masih dalam keadaan konflik.
Ia menjelaskan, pengembangan yang paling utama adalah eksternal NU. Dilanjutkan dengan pengembangan eksternal, seperti ekonomi masyarakat. “Jika basic NU tidak kuat, maka sulit mengembangkan hal-hal yang bersifat eksternal,” tuturnya Ketua PWNU Aceh terpilih pada Konferensi Wilayah XIII pada 17-19 April 2015 lalu di Asrama Haji Banda Aceh.
Lima tahun mengembangkan NU, kata Tgk Faisal, dananya berasal dari patungan pengurus, berhutang-hutang. Kontribusi yang pernah diberikan NU Pusat untuk membangun kembali NU Aceh berupa program-program. Sedangkan dalam bentuk dana tidak ada. Misalnya, NU Pusat melalui Badan Otonom menyelenggarakan sosialisasi dalam rangka pencegahan HIVAIDS.
“Tapi dalam bentuk cash tidak ada. Saya pikir itu adalah hal lumrah organisasi,”pungkasnya.
Sementara itu, ia mengatakan, untuk mempersatukan ulama, pihaknya melakukan kunjungan ke 23 cabang NU. Bahkan cabang yang terdapat di Simeulue. Tetapi, untuk memperkuat tali silaturahmi NU Pusat dengan NU Daerah, banyak kegiatan NU Pusat yang melibatkan NU Daerah. Contohnya, pembinaan, muzakarah, rapat koordinasi, rapat kerja. Termasuk kunjungan pribadi pengurus NU Aceh ke Jakarta dalam rangka silaturahmi Sekretaris Jenderal PWNU dan Ketua Umum PWNU.
Dukungan kepada NU turut mengalir dari ulama di Aceh. Buktinya, sekarang, pengurus-pengurus cabang NU yang ada di Aceh, hampir 90 persen dipegang oleh teungku dayah. Jadi NU bisa kembali ke basic semula. NU lahir dari rahim pesantren dan dipegang oleh orang pesantren.
Sambungya, target NU selama ia memimpin telah tercapai. Kedepan, ia berharap NU Aceh memiliki lembaga pendidikan sendiri. Saat ini, lembaga pendidikan yang memiliki andil NU di dalamnya adalah STIS NU. “ Walaupun bukan milik NU secara penuh. Saya rasa lima tahun ini sudah maksimal apa yang kita lakukan,”ujarnya. Zulfurqan