Gema JUMAT, 18 Desember 2015
Oleh : Murizal Hamzah
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. dalam waktu empat hari, rakyat aceh kehilangan pelita kehidupan masyarakat. mereka mendedikasikan hidupnya untuk umat berpulang ke rahmatullah. Padahal masyarakat masih membutuhkan bimbingan agar selamat hidup di dunia hingga ke akhirat.
Duka pertama mengalir tentang teungku imam Syuja’ yang meninggal dunia pada Jumat (11/12) di Banda Aceh. Tidak diragukan kiprah pendakwah sejuk sejak era konflik hingga perdamaian Aceh. Pak imam aktif mendamaikan pihak RI-GAM. kepada kedua pihak, Pak imam menyatakan konflik aceh tidak akan bisa diselesaikan dengan kekerasan. Pelita yang Padam mereka harus menyelesaikan di meja perundingan bukan dengan menarik senjata.
Sosok ulama ini tidak hanya berbicara dari podium ke podium. Pria semampai turun tangan ke lapangan untuk melakukan negoisasi dengan Gam dan kepolisian yang menahan putra putra kapolres banda aceh.
Kepiawaian mengajak kedua pihak untuk tidak menggunakan senjata berhasil dilakukan. Lalu dengan menyerahkan diri kepada Allah SWT, Pak imam menjemput putra kapolres Aceh Besar itu di markas Gam di Aceh Besar.
Ibadah sosial lain yang dilakukan oleh Pak imam yakni membebaskan atlet Singkil yang ditahan oleh Gam. Negoisasi ini hanya bisa dilakukan oleh sosok yang piawai melobi serta ikhlas menyerahkan diri kepada Allah SWT. bisa saja, yang melakukan negoisasi yang ditahan.
Tidak salah lagi, sosok ini adalah ulama yang mewakafkan hidupnya untuk kemaslahatan umat.
Sosok kedua yang berpulang ke rahmatullah yakni ketua majelis Permusyawaratan Ulama (mPU) aceh teungku Gazali Mohd. Syam pada Senin (14/12) di Banda Aceh. Seperti Pak imam, demikian juga abu Gazali (sapaan akrab Gazali mohd. Syam) yang sangat luar biasa berkiprah memberikan cahaya kepada masyarakat. dalam kapasitas ketua MPU Aceh periode 2012-2017, tentu banyak kegiatan yang dilakukan oleh Abu Gazali seperti memberikan pelatihan khatib, membimbing para mualaf dan sebagainya.
Sudah selayaknya, kepada kedua ulama kita berdoa agar ditempatkan di sisi allah SWt. mereka yang dipanggil ole Sang khalik adalah obor bagi masyarakat. Kita percaya, sudah ada kader yang mengisi posisi mereka sebagai ulama.
“Ulama adalah pewaris para nabi.” demikian sabda rasulullah yang diriwayatkan oleh at-tirmidzi dari abu ad-darda. Bagaimana allah SWT mencabut ilmu di bumi? yakni Allah SWt memanggil para ulama aliasmereka wafat satu per satu. dengan demikian, umat kehilangan tempat bertanya atau mengadu.
Ulama yang dimaksud di sini yakni ulama yang telah belajar dari satu dayah ke dayah atau kampus ke kampus lain. bukan ulama yang tiba-tiba muncul tanpa didukung oleh latar belakang ilmu pengetahuan.
Kehilangan ulama adalah ibarat pelita yang mati. Padahal mereka itu seperit mersucuar yang menjadi petunjuk bagi penduduk. Untuk itu, mencetak atau melahirkan kader-kader ulama harus dirancang sejak dini.
Mewariskan ilmu dari ulama kepada kadernya baik melalui ceramah atau kitab/buku mesti dilakukan secara berkesinambungan. Pada waktu bersamaan, umat harus melanjutkan sikap teladan yang dilakukan oleh para ulama. Sebut saja sesama ulama, mereka saling bersilaturrahmi, saling menghormati, dan bahkan mencium tangan sebagai wujud takzim.