Gema JUMAT, 6 November 2015
Oleh: Sadri Ondang Jaya
Guru di Gosong Telaga, Singkil
“Tidaklah seorang hamba diantara kalian diberikan tanggungjawab mengurusi ummat. Lalu kemudian ia mencurangi rakyatnya. Kecuali Allah SWT akan mengharamkan baginya surga.” (Muttafakun alaih).
Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Sebagai seorang pemuda yang kelak menjadi pemimpin harus mau memahami makna dan memegang teguh hadits di atas. Karena hadits ini teramasuk salah satu hadits yang menjadi rujukan bagi orang-orang hebat, para pembesar negeri, terutama para pemimpin.
Kalau hadits ini tidak dipahami apalagi tidak diwujudkan, maka saat pemuda itu menjadi pemimpin atau pejabat, dia tidak akan jujur. Dengan demikian, kepemimpinan yang dijalankannya tidak berhasil. Dia dan orang yang dipimpinnya, akan berada di jurang neraka.
Kejujuran sudah termasuk barang langka sekarang ini. Justru yang dipertontonkan ketidakjujuran, kepurapuraan, dan kebohongan. Celakanya, hasrat berbohong dan curang menjadi budaya baru. Dulu saat muda, anti ketidakjujuran, setelah mendapat jabatan atau menjadi pemimpin, dia tidak jujur lagi. Malah menghalalkan segala cara, tidak peduli dengan cara menzalimi.
Kalau ada yang berbuat jujur, dia mencemooh dengan melontarkan kalimat sinis, “sok alim lu.”
Hal ini terjadi, salah satu sebabnya karena kejujuran tidak ditanamkan sejak dini kepada generasi muda. Misalnya, saat ujian di sekolah sering nyontek. Di rumah, antara orangtua dan anak acap tidak jujur.
Dulu, kejujuran bagaikan “panglima”, sangat menentukan kualitas kepribadian seseorang. Kejujuran selalu menjadi sifat para tokoh dan pejuang, para pemimpin negara, orang-orang hebat dan pembesar lainnya. Malah, Nabi Muhammad SAW mendapat gelar Al-amin dari ummatnya karena kejujurannya.
Pentingnya kejujuran
Dari beberapa referensi ditemukan kualitas pribadi yang ideal masih menempatkan kejujuran (honesty) pada rangking teratas, selain kecakapan (competence) dan kesetiaan (loyality). Hal ini bermakna, kejujuran ditempatkan oleh setiap generasi sebagai kualitas karakter pribadi the best of the best.
Hendrick dan Ludeman (2002) pernah melakukan penelitian di beberapa negara maju. Objek riset ini adalah para pengusaha dan eksekutif sukses. Dari penelitian itu, Hendrick dan Ludeman menyimpulkan, ada 12 ciri-ciri pengusaha dan eksekutif sukses. Kejujuran, menempati peringkat teratas. “Rahasia pertama untuk meraih kesuksesan, adalah dengan selalu berkata dan berbuat jujur. Ketidakjujuran akan membuat diri para korporat terjebak dan berlarut-larut,” tegas Hendrick dan Ludeman
Dalam Islam, derajat dan martbat orang yang jujur lebih tinggi setingkat dari orang yang meninggal syahid atau lebih rendah kedudukan setingkat daripada para nabi. Hal ini dinukilkan Allah SWT dalam fi rman-Nya pada surat An-Nisa’: 69 : “Siapa yang taat pada Allah dan Rasul, mereka bersama orang-orang yang Allah beri nikmat, yaitu, para nabi, orang-orang jujur, para syahid, dan orangorang shalih. Mereka adalah sebaik-baik teman.”
Kemudian, dalam Sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan, “Orang yang senantiasa suka berbohong. Ia dijauhi para malaikat sejauh satu mil karena bauk busuk perbuatannya.”
Membangun Kejujuran
Karena kuatnya gejala ketidakjujuran sekarang, pemerintah sedang dan terus berupaya membangun karakter kejujuran melalui lembaga pendidikan. Maksud baik pemerintah ini, agaknya perlu mendapat respon positif dari semua pihak.
Salah satu cara membangun sikap jujur dikalangan generasi muda, adalah lewat internalisasi nilainilai kejujuran itu. Melalui keteladanan dan pembiasaan yang berulang-ulang secara konsisten dan berkesinambungan dari para orangtua, guru, dan pemuka-pemuka masyarakat.
Apabila kejujuran bisa diterapkan, mudah-mudahan para generasi muda nanti setelah menjadi pemimpin akan berbuat jujur, amanah, dan terpercaya. Akhirnya, kita harapkan sifat jujur ini tetap abadi dihati. Penyelewengan tidak terjadi. Negara pun bersih. Para pemimpin menjadi ahli surga.