Persaingan dunia pendidikan, terutama pesantren terpadu atau dayah modern tak terelakkan lagi. Kemampuan adminastor untuk memahami pemasaran pendidikan menjadi prasyarat dalam mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan lembaganya, seperti pesantren atau dayah.
Manajemen pendidikan pesantren hakikatnya suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga pendidikan yang melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan atau mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan dan organisasi juga melaksanakan fungsi-fungsi manajemen sebagaimana halnya organisasi lainnya. Fungsi-fungsi manajemen di lembaga pendidikan semacam pesantren dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Banyak hal yang pesantren atau dayah lakukan untuk menarik minat masyarakat, terutama melalui promosi dan pendaftaran santri yang terlalu dini. Sekarang pun bisa dilihat banyak orang tua yang “menyerahkan” anak-anak mereka ke pesantren modern atau dayah meodern agar terhindar dari lingkungan yang tak diingatkan.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Dayah Aceh, Zahrol Fajri, SAg, MH, tak dapat dipungkiri saat ini orang tua lebih cenderung menyekolahkan anaknya di dayah, karena boarding lebih terjaga anak-anak untuk fokus belajar dan terhindar dari pengaruh yang tidak baik. Untuk menarik daya pikat masyarakat menyekolahkan anaknya pada dayah, berbagai terobosan dilakukan oleh pihak dayah atau pesantren dalam mempromosikan dayah, khususnya yang terkait dengan prestasi santri dan guru, juga melengkapi sarana prasarana dayah yang memadai.
Menurut dia, untuk meraih prestasi santri, tidak terlepas dari mutu dewan guru. Dalam hal ini pihak dayah selalu mengupayakan peningkatan kapasitas dan SDM guru dengan mengikutsertakan pembekalan dan pelatihan-pelatihan sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh di dayah. Demikina pula promosi penerimaan santri dilakukan lebih awal, mengingat banyaknya minat masyarakat yang menyekolahkan anaknya di dayah, sementara daya tampung santri yang terbatas.
Banyak dayah atau pesantren telah menerapkan manajemen yang baik dan terukur. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan orang tua santri “memasukkan” anaknya ke dayah atau pesantren.
“Masing-masing dayah atau pesantren punya program khusus, takhasus, yang menjadi program andalan pada dayah atau pesantren, sehingga orang tua akan memilih dayah sesuai dengan bakat dan minat anaknya,” ungkapnya.
, / Ketua Umum Asosiasi Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Indonesia,
Sementata itu, Dosen UIN Ar Raniry Dr Sri Rahmi MA mengatakan, ketika memilih pesantren tertentu untuk anak, itu bukan serta merta dari orang tua sendiri, tetapi adanya komunikasi antara anak dengan orang tuanya. Orang tua bertanya kepada anak, apakah mau memilih sekolah umum atau pesantren. Mengajak anak untuk berkomunikasi untuk kenyamanan ketika bersekolah.
“Walaupun saya bergelut di dunia pendidikan, saya tidak mudah percaya tentang proses belajar yang terjadi di dalam pesantren kalau belum masuk ke dalamnya. Saya meminta kepada anak untuk melihat sendiri via Youtube pesantren-pesantren yang ada. Alhamdulillah dengan kecanggihan dunia digital, anak bisa mengakses langsung pesantren yang ada di Indonesia dengan berbagai macam proses yang ada di dalamnya,” ujarnya.
Selanjutnya anak menentukan pilihan dan pada akhirnya menetapkan pilihan pesantren di Gontor. Banyak pesantren besar di Indonesia yang semuanya bagus dan terkenal, hanya saja anak memilih Gontor.
Dia menambahkan, motivasi menyekolahkan anak di pesantren, karena lembaga pendidikan yang paling lengkap menyediakan ilmu adalah pesantren atau dayah, selain lengkap dengan ilmu dunia juga akan kuat dengan ilmu akhirat. Perpaduan antara ilmu agama dengan ilmu dunia inilah yang bisa membuat seorang anak menjadi insan kamil, yaitu manusia yang sempurna.
“Walaupun tidak ada manusia yang sempurna, tetapi konteks kesempurnaan di sini adalah ia memahami ilmu agama, tetapi tidak lupa juga dengan Tuhannya.Anak disibukkan dengan ibadah kepada Tuhannya dan tidak melupakan dirinya yang juga hidup di dunia dan harus memiliki modal untuk tetap bisa bertahan juga di dunia,” ujarnya.
Menurut Sri Rahni, sebagian orang tua memasukkan anak ke pesantren karena kekhawatiran tantangan modernisasi dan globalisasi. Jika pendidikan di pesantren atau dayah itu ritmenya jelas, jadwalnya terukur dan sudah diikat oleh sistem yang jelas. Berbeda dengan anak yang menempuh pendidikan umum. Agak sulit untuk membuat aturan-aturan baku kalau di rumah, tapi di pesantren kemungkinan untuk membuka informasi publik di pesantren harus dengan pengawalan yang ketat atau dengan cara-cara yang sudah diatur dan disepakati dalam pesantren.
Anak boleh membuka informasi dari komputer yang disediakan di pesantren terpadu dengan jam tertentu. Mereka pun mensearching ilmu-ilmu atau teori-teori baru. Karena di pesantren juga tidak akan gagap teknologi, dan tidak akan menjadi yang kampungan atau tidak tahu apa-apa. Jadi bisa mensiasati dengan membuat program-program untuk peningkatan atau untuk pemahaman santri tentang globalisasi melalui bimbingan dan asuhan yang tepat dari pihak dan pengajar di pesantren.
“Pendidikan di pesantren makin lama nantinya akan semakin jauh ke depan dan akan semakin berkembang menjadi lembaga pendidikan yang dilirik dan diminati masyarakat,” tegasnya.
Dia menambahkan, orang tua walau bagaimanapun akan merasa bahwa ancaman-ancaman globalisasi dan keterbukaan informasi melalui media digital kadang kala tidak mampu di kontrol, sebab bisa saja orang tua bekerja sangat padat di luar rumah, sehingga tidak bisa mengontrol secara utuh anak.
Kalau pesantren atau dayah itu makin lama akan semakin menjadi lembaga pendidikan pilihan karena bahayanya pergaulan bebas yang terjadi di saat mereka menempuh pendidikan umum di luar, kemudian pulang ke rumah yang tidak bisa di kontrol siapa temannya. Sehingga membuat orang tua lebih was-was. Jika di pesantren sudah jelas ritme waktunya, salat, jadwal makan dan sebagainya. Jadi anak lebih teratur pola hidup serta menjadi lebih baik dan teratur,” jelasnya.
Jika melihat kondisi sekarang ini, kata Sri Rahmi, dimana dunia semakin edan dan canggih, anak lebih baik belajar di pesantren atau dayah. Jika di sekolah umum filternya hanyalah orang tua yang sibuk bekerja di luar, sehingga banyak terjadi kebobolan, pergaulan bebas dan lain sebagainya. “Tetapi semua ini berpulang kepada orang tua, mau anaknya di sekolah umum atau di pesantren atau dayah, di mana pun karakter anak bisa terbentuk dengan baik asalkan tidak terlepas dari kontrol orang tuanya. -Eriza