Silabus ceramah, pengajian dan khutbah adalah pedoman dan gambaran terhadap materi yang akan dibahas atau disampaikan. Silabus pula yang memandu pencapaian target yang hendak dicapai. Dengan adanya silabus akan membantu mengarahkan proses pembelajaran, pencerahan, dan penyadaran terhadap materi dakwah ini, sehingga tidak terjadi pengulangan atau membosankan audiens.
Wakil Dekan Kemahasiswaan dan Kemitraan FMIPA USK, Dr. Rer. Nat. Ilham Maulana, S.Si, mengatakan, jika tim pembuat silabus jeli melihat dan memetakan kompetensi para penceramah, guru pengajian, atau khatib dengan kepakarannya masing-masing, serta jeli memprediksi momentum khusus yang akan terjadi di masa mendatang, maka kehadiran silabus akan sangat baik.
Sebaliknya, silabus bisa saja jadi pengekang tema, karena silabus yang disusun sejak lama akan kurang update atau bahkan cenderung melenceng dari konteks kekinian yang sedang berlaku.
Lebih lanjut Ilham Maulana mengungkapkan, jika tidak ada silabus bisa diakali dengan mengambil jalan tengah, yaitu silabus dibuat agak fleksibel dan setiap penceramah diarahkan menyampaikan tema sesuai dengan kepakarannya.
Jadi, struktur silabusnya tidak terlalu detail, hanya menyebutkan konten tematik untuk setiap penceramah yang cocok dengan kepakarannya. Cara ini akan membuka peluang para penceramah untuk tetap update dengan kondisi kekinian dan tetap menjaga keterhubungan topik dengan konteks yang diamanahkan.
Beberapa masjid mulai membuat silabus ceramah. “Saya pribadi kadang terbantu dengan itu, namun justru terhalang dari rencana untuk menyampaikan sesuatu yang update dan sesuai dengan kompetensi, terkadang harus menelepon kembali masjid, untuk menanyakan keizinan keluar dari konteks yang disilabuskan,” ujarnya.
Ilham Maulana menjelaskan, urgensi dakwah bukan hanya menyampaikan hal-hal baru, tetapi juga mengingatkan hal-hal yang lama. Dalam bahasa Al-Quran ini disebut Basyiira wa Nadziira (kabar gembira dan peringatan).
“Jadi secara umum, ada plus minusnya ketika ada silabus untuk penceramah, guru pengajian, dan khatib. Plus dan minus itu sangat tergantung pada beberapa faktor, termasuk kejelian penyusun silabus dan kemungkinan fleksibilitas konteks ceramah bagi para dai atau daiyah,” ungkapnya.
Urgensi Silabus
Pada kesempatan berbeda, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Banda Aceh, Dr. Sri Rahmi, MA mengatakan, agar silabus efektif, maka nilai kebermanfaatan menjadi penting, harus sesuai dengan kebutuhan umat, dan hal-hal terkini yang menjadi fokus pembahasan dan pembicaraan umat.
Sehingga, untuk lebih efektifnya silabus, penyusun harus lebih banyak membaca atau berdiskusi dengan ahli yang memahami hal-hal tepat yang harus dimasukkan dalam silabus.
Sri Rahmi menjelaskan, silabus merupakan perencanaan dalam sebuah pembelajaran, termasuk pengajian, ceramah, dan khutbah, karena dibuat dan dirancang sebelum aktivitas dakwah itu di mulai. Dengan adanya silabus, akan mengurangi kegagalan atau hal-hal yang tidak diinginkan terjadi saat pengajian, ceramah, dan khutbah berlangsung. “Dengan adanya silabus, kita bisa menyusun dari awal siapa akan bicara apa, sehingga dakwah akan lebih berkualitas,” tegasnya.
“Silabus yahg disusun harus melihat segala aspek, agar tepat sasaran, siapa berbicara apa menjadi penting dan lihat juga apa pembahasan penting yang sedang terjadi. Misalnya sedang bulan peringatan maulid, jangan membahas tentang Ramadhan, akan menjadi tidak menarik,” ujar Sri Rahmi yang juga Ketua Asosiasi Prodi Manajemen Pendidkan Islam (MPI) se-Indonesia,
Terkait cara penyampaian baru kemudian melihat kearifan lokal (daerah) yang berada, metodenya apa, misalnya banyak anak mudanya, jangan sistem ceramah atau pengajian satu arah. Akan lebih menarik misalnya diajak diskusi.
Tema Khutbah Harus Update
Sementara itu, Ketua Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Al-Hidayah Meusara Agung dan Widyaiswara Ahli Utama LAN, Ustadz Ir. H. Faizal Adriansyah, M.Si mengatakan, pengajian, ceramah, dan khutbah Jum’at pada dasarnya sama, yaitu menyampaikan pesan Islam agar manusia menjadi taat dan patuh pada aturan Allah.
“Khusus khutbah Jum’at ada persyaratan yang kita kenal dengan rukun khutbah. Kalau tidak sesuai, maka khutbah Jum’at batal dan harus diulang khutbahnya,” tegasnya.
Dalam hal ceramah dan pengajian perlu adanya silabus dan perencanaan tema, agar materi dakwah ini lebih berfariasi dan tidak berulang. Walaupun harus disadari, pesan Islam selalu berulang untuk mengingatkan manusia yang sering lupa.
Setiap penceramah punya cara sendiri dalam menyampaikan pesan-pesan Islam. Walaupun temanya sama, namun cara mengolahnya bisa berbeda antar penceramah atau guru pengajian.
“Kalau di Masjid Raya Baiturrahman untuk pengajian halaqah Maghrib maupun shubuh tidak ada masalah, karena sudah disampaikan secara tematik. Namun kalau disusun silabusnya, akan lebih terarah lagi untuk mencapai target pengajian yang diharapan,” kata Faizal.
Menurut Faizal, terkait khutbah Jum’at dan ceramah Ramadhan, perlu disiapkan silabus sebagai acuan para penceramah. Tujuannya, agar jangan terlalu sering terulang dan membosankan bagi jamaah. Bentuk silabusnya bisa mencakup judul atau tema, subtema, terget pembahasan, ditambah referensi yang dapat digunakan.
Dalam konteks Masjid Raya Baiturrahman yang jamaahnya tidak hanya dari Aceh, maka perencanaan tema khutbah Jum’at penting dilakukan. “Kalau memungkinkan bisa dibuat tema khutbah tahunan,” sarannya.
Faizal Ardiansyah menjelaskan, sebaiknya silabus ceramah dan pengajian disusun secara profesional oleh tim yang ahli di bidangnya, sehingga tema, materi, target, bahkan metodanya dapat dirumus dengan sempurna. Tim penyusun juga perlu merumuskan referensi yang dapat digunakan.
“Dengan pedoman silabus, materi yang disampaikan dapat memberi pencerahan kepada umat, serta dari aktivitas dakwah ini kiranya mengubah perilaku umat menjadi islami,” ungkapnya.
Menurut Faizal, tema-tema khutbah Jumat yang sifatnya lebih aplikatif terkait perilaku dalam kehidupan sehari-hari perlu diberi porsi yang cukup. Misalnya, menjaga kebersihan lingkungan kedisiplinan. “Terkadang miris kita lihat orang keluar dari masjid masih pakai baju shalat, tapi akhlaknya tidak terjaga,” tegasnya.
Ia memberi contoh, setelah jamaah mengikuti ceramah, pengajian, atau khutbah di masjid, ternyata masih membuang tisu, puntung rokok, dan gelas air mineral sembarangan. Ketika di lampu stop juga tidak peduli dengan hak orang lain, menerobos lampu merah. Ini dilakukan justru tanpa ada rasa malu.
“Untuk itu, tema-tema tentang perilaku dalam kehidupan perlu diperbanyak dan direncanakan dalam silabus yang akan disusun,” pungkasnya. ◾️Eriza M. Dahlan/Editor: Sayed M. Husen