Gema JUMAT, 01 April 2016
Khutbah Jum’at, Dr. Tgk. Syabuddin Gade, M.Ag, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry
HAri ini, bangsa kita dan bangsa-bangsa di dunia, masih darurat perang menghadapi “musuh berdarah dingin” yang namanya “narkoba” (narkotika dan obat-obat terlarang) atau “napza” (narkotika, psikotropika dan zat aditif). Musuh ini bukan hanya datang dari luar negeri, tetapi juga tumbuh dan berkembang di dalam negeri sendiri, kemudian menjalar hampir ke seluruh lapisan masyarakat sebagai mesin pembunuh.
Jumlah pengguna “narkoba” di Indonesia, berdasarkan laporan akhir survey nasional perkembangan penyalahgunaan narkoba tahun anggaran 2014, diperkirakan sebanyak 3.8 juta sampai 4.1 juta jiwa yang pernah memakai narkoba dalam setahun terakhir pada usia 10-59 tahun. Menurut riset BNN dan Puslitkes UI, diperkirakan pengguna narkoba mencapai 5.8 juta jiwa pada tahun 2015. Jumlah ini lebih banyak dari penduduk Aceh yang hanya berjumlah 4.5 juta jiwa.
Komjen Pol Anang Iskandar mengatakan; “50% lebih penghuni penjara karena kasus narkoba”. Ia menambahkan; “angka kematian karena kasus narkoba di Indonesia hingga Mei 2015 mencapai angka 50 orang perharinya. (BNN, Tahun Ini 100 Ribu…, 28 Juli 2015).
Narkoba sebagai musuh memiliki jaringan dalam dan luar negeri, keberadaannya sangat disembunyikan sehingga terkadang sulit terdeteksi. Bahayanya amat dahsyat, ia mampu merusak fisik, akal, mental dan membunuh generasi bangsa secara pelan-pelan, namun pasti. Bahkan, bahaya “narkoba” tidak kalah dahsyatnya dari “bom atom” di Heroshima dan Nagasaki. Korban paling banyak tentu kita umat Islam. Karena itu, narkoba sebagai musuh wajib diperangi dan tidak ada tawar menawar. Jika tidak, kita dan genarasi bangsa yang akan dibunuhnya. Betapa banyak kasus pencurian, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan dan pemecatan yang diawali oleh kejahatan “narkoba” dan sejenisnya. Tujuan perang terhadap “narkoba” adalah menyelamatkan umat dan generasi bangsa dari kehancuran, dosa dan azab api nereka.
Landasan hukum perang terhadap “narkoba” sudah sangat jelas, baik menurut hukum Islam, undang-undang negara maupun konvensi PBB. Banyak ayat al-Qur’an dan hadis Rasullah SAW memberikan keterangan yang jelas tentang keharaman dan kewajiban memerangi “narkoba” dan sejenisnya. Renungkanlah beberapa arti dari firman Allah dan hadis Rasulullah berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (al-Maidah; 90)
“…Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan…. (al-Baqarah: 195)
“Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua yang memabukkan hukumnya haram. (HR. Bukhari dan Muslim).
Negara kita juga berusaha keras memerangi “narkoba” dan sejenisnya. Undang-undang nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undangundang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika merupakan regulasi yang kuat. Begitu pula Perserikatan Bangsa-bangsa memerangi kejahatan “narkoba” dan psikotropika, masing-masing melalui konvensi 1961 tentang pemberantasan psikotropika dan konvensi PBB 1988 tentang pemberantasan peredaran narkotika dan psikotropika. Karena itu, sesungguhnya perang terhadap “narkoba” dan sejenisnya sudah menjadi kesepakatan bangsa-bangsa di dunia.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana memerangi “narkoba”? Perkara ini memang bukan sesuatu yang mudah, apalagi “narkoba” terkesan memiliki “sejuta nyawa” dan “mati satu tumbuh seribu”. Satu gembong “narkoba” berhasil diringkus, tidak lama kemudian muncul gembong dan gerombolan lainnya. Wilayah peredarannyapun sudah menjalar hampir ke seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, kita tidak boleh berhenti memerangi ancaman “narkoba”, karena ini juga merupakan bahagian dari amar makruf nahi munkar.
Perang terhadap “narkoba” memang sejak lama sudah dilakukan oleh pemerintah. Namun, perang ini tidaklah cukup dilakukan oleh aparat penegak hukum dan program BNN (Badan Narkotika Nasional), tetapi juga memerlukan pemikiran dan kerja keras semua pihak, terutama keluarga, sekolah dan masyarakat, melalui tindakan preventif, penegakan hukum maupun rahabilitasi.
Tindakan preventif
Tindakan preventif merupakan usaha pencegahan sebelum hantaman “bom narkoba”. Usaha preventif pertama sekali sejatinya dilakukan oleh orang tua. Orang tua wajib bertanggungjawab terhadap masa depan generasinya. Maju atau hancurnya suatu generasi, pihak pertama yang harus bertanggungjawab adalah orang tua. Karena itu, Maha Benar Allah dengan firman-Nya, yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api nereka”. Rasulullah SAW juga bersabda, yang artinya: “setiap anak dilahirkan dalam keadaan “fitrah”, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Dari firman Allah dan hadis tadi menunjukkan betapa Allah memerintahkan orang tua untuk mendidik dan menyelamatkan masa depan generasi bangsa, termasuk selamat dari ancaman bahaya “narkoba”.
Pihak sekolah atau perguruan tinggi sebagai perpanjangan tangan orang tua, juga harus melakukan tindakan preventif, baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun melalui program kerjasama dengan pihak penegak hukum atau Badan Narkotika Nasional dalam kegiatan sosialisasi bahaya narkoba, test-urin dan pelbagai penyuluhan lainnya. Melalui kegiatan semacam ini diharapkan bisa mengantisipasi kejahatan “narkoba” dan sejenisnya di kalangan pelajar dan mahasiswa. Tindakan preventif juga harus dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah, organisasi sosial, ulama dan anggota masyarakat melalui nasehat langsung atau tidak langsung. Intinya, tidak ada satu pihakpun yang berdiam diri terhadap ancaman bahaya “narkoba” dan sejenisnya.
Penegakan hukum
Penegakan hukum merupakan seuatu yang wajib dilakukan agar memberi efek jera bagi pelaku yang terlibat, tanpa pandang bulu. Siapa saja yang terlibat kasus “narkoba” harus diproses secara hukum. Jangan sampai terjadi ketimpangan; hukum tegak hanya bagi masyarakat kecil, miskin dan papa; sedangkan terhadap orang besar dan orang kaya hukum menjadi loyo. Dalam proses penegakan hukum ini, aparat penegak hukum tentu tidak mampu bekerja ssendiri, tetapi diperlukan partisipasi aktif masyarakat, terutama dalam memberi laporan dan kesaksian terhadap pelaku kejahatan “narkoba”. Masyarakat sejatinya, berani dan tidak perlu khawatir melapor kepada pihak berwenang mengenai pelaku kejahatan “narkoba”, karena memang pelapor dan saksi dilindungi hukum. Tanpa dukungan masyarakat, maka penegakan hukum terhadap pelbagai kasus kejahatan “narkoba” tentu akan susah ditegakkan.
Tindakan rehabilitasi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika mengamatkan bahwa pengguna narkoba berhak mendapatkan rehabilitasi. Karena itu, pada tahun 2015 yang lalu BNN menargetkan 100 ribu pengguna narkoba bisa menjalani rehabilitasi. Program rehabilitasi ini akan terus ditingkatkan sehingga semua pengguna narkoba di Indonesia bisa pulih dan terselamatkan.
Sebelum mengakhiri tausiayah singkat ini, khatib ingin mengambil beberapa kesimpulan:
- Narkoba dan sejenisnya merupakan kejahatan besar.
- Kejahatan narkoba dan sejenisnya wajib diperangi, berdasarkan hukum agama, Negara dan konvensi PBB.
- Perang terhadap terhadap narkoba merupakan bahagian dari amar mak’ruf nahi munkar yang bertujuan menyelamatkan umat dari kehancuran, dosa dan azab api neraka.
- Perang terhadap kejahatan narkoba bisa dilakukan melalui tindakan preventif, penegakan hukum maupun rahabilitasi.
- Mari kita semua menjadi pasukan perang melawan kejahatan narkoba di bawah komando pemerintah. Wallhu a’lam.