Jum’at, 12 April 2019 M / 06 Sya’ban 1440 H
Teks Khutbah Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh Ust. H. Akhi Tamlicha Hasan, Lc
Secara sederhana dosa dapat dipahami dengan setiap sikap atau perbuatan maupun tindakan yang melangggar hukum yang telah Allah tetapkan. Bisa berupa pelanggaran terhadap larangan-larangan agama ataupun ketentuan umum yang telah diketahui secara pasti dan konkrit. Kosa kata “dosa” berasal dari bahasa sanskerta. Kata ini dijadikan istilah untuk menjelaskan tindakan yang melanggar norma dan aturan yang telah ada ketetapannya. Biasanya kata dosa dibicarakan dalam agama dengan memakai terma yang berbeda-beda, seperti al-itsmu, al-dzanbu, al-dhulmu (zalim), al-wizru, al-khathi-ah, al-‘Ishyu (ma’siat), al-syarru, al-sayyiu, al-fahsyu (fa`hisyah), al-lamam, al-fisqu (fusuq/fasik), al-hintsu, al-jurmu, al-munkar, al-khubtsu (khabi`tsah), dan al-fujur. Meskipun berbeda-beda, namun semua terma ini mengarah kepada makna pelanggaran serta mengandung sikap yang cenderung berefek tidak baik dan mencelakakan. Selain berbeda istilah, perbedaan signifikan antara terma-terma ini terletak pada sifat pelanggaran, varian dan type kejahatan, corak prilaku, dorongan yang menjadi latar belakang (modus), tingkatan, tujuan si pelanggar, hukum dan sanksi hukum, hingga pemberian grasi maupun amnesti. Dalam uraian singkat ini, pengertian dosa dapat disimpulkan sebagaimana yang telah didefinisikan oleh Rasulullah saw; semisal hadits Wabishah ra yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban, dan Ad-Darimi maupun hadits selain itu riwayat Muslim dalam sahihnya. Dalam hadits-hadits ini dosa menurut Nabi saw adalah sesuatu yang mengganjal didalam dada dan membuat jiwa merasa tidak tenang, serta ada kekhawatiran bila orang lain mengetahuinya.
Analisa tekstual terhadap hadits ini akan memberi ringkasan kepada kita kriteria dosa menurut Rasul saw. Pertama ada ganjalan, simpul, dan gumpalan dalam hati. Ganjalan ini bersifat variatif, dimulai dari perasaan tidak nyaman hingga mengiris bahkan mencabik-cabik hati. Kedua adanya aib yang akan dipikul oleh pelaku dosa bila perbuatannya dideteksi dan disadari oleh orang lain. Ini pula bersifat variatif, berupa rasa malu, khawatir, hingga rasa takut atas sanksi yang akan diterimanya baik dunia maupun akhirat. Dengan demikian, pengertian dosa versi Rasulullah saw telah meliputi terma-terma dosa diatas, sekaligus menggabungkan seluruh elemen struktural dari dosa. Sehingga setiap orang yang memiliki kecerdasan sederhana sekalipun dapat memahami konsep dosa, lalu berusaha menjauh darinya.
Katagori Dosa
Berkaitan dengan pembicaraan dosa, dalam Al-Qur’an terdapat kata-kata al–kaba`ir dan al–shagha`ir. Kedua kata ini menjadi terminologi untuk katagori dosa-dosa yang diperbuat oleh manusia. Al-kaba`ir merupakan bentuk jamak dari kata al-kabirah yang mengandung arti besar. Adapun kata al-shagha`ir adalah bentuk jamak dari mufrad (tunggal) kata al-shaghirah, mengandung arti kecil.
Baik dalam bentuk tunggal maupun jamak, kedua kata ini digunakan oleh Al-Qur’an. Sebagai contoh; dapat diperhatikan pada firman Allah swt dalam surat An-Najm ayat 32: “Alladziina yajtanibuuna kaba`iral itsmi wal fawaahisha illal lamam..”. Begitu halnya dalam surat Al-Baqarah ayat 219: “Yas alu`naka ‘anil khamri wal maisir, qul fihima itsmun kabi`run wa mana`fi’u lin naas..”. Dalam surat Al-Kahfi ayat 49 kedua kata ini disebutkan secara bergandengan; “…wa yaqu`lu`na ya wailatana ma`li ha`dzal kitab la yugha`diru shaghi`ratan wala kabi`ratan illa ahsha`ha, wa wajadu ma ‘amilu ha`dhiran..”. Hal sama terjadi pada surat Al-Qamar ayat 53: “wa kullu shaghi`rin wa kabi`rin mustathar”. Penafsiran bahwa yang dimaksud oleh ayat ini adalah dosa didasarkan pada metode qiyas aulawi, dimana segala perbuatan manusia terliterasi dalam buku catatan amal. Karenanya, dosa kecil maupun dosa besar lebih utama dan dominan untuk dicatatkan pada catatan amal tersebut. Penafsiran kepada makna dosa juga diasumsikan oleh Al-Hafidz Ibnu Katsir saat menafsirkan ayat 53 surat Al-Qamar ini, dengan menukilkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasai, dan Ibnu Majah dengan sanadnya dari Aisyah ra bahwa Nabi saw berkata kepadanya: “Ya Aisyah, iyyaki wa muhqara`tiz dzunu`b, fa inna laha minallah tha`liban”. Artinya; wahai Aisyah, hindari dirimu dari kehinaan dosa, karena (kelak) Allah pasti akan menuntutnya.
Jumhur mayoritas ulama membagi dosa kepada dua katagori, yaitu dosa besar (al-kaba`ir) dan dosa kecil (al-shagha`ir). Kecuali dari itu, ada sekelompok ulama yang tidak sependapat dengan katagori ini. Diantara mereka terdapat Al-Ustadz Abu Ishaq Al-Isfirainy, Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilany, Imam Haramain dalam bukunya Al-Irsyad, Ibnu Qusyairy dalam kitab Al-Mursyid, bahkan beberapa kalangan ulama pengikut Asy’ary (Asya’irah) sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Fourik dalam tafsirnya bahwa semua maksiat kepada Allah menurut kami adalah besar. Hanya saja ada perkataan besar dan kecil berdasarkan tinjauan perbandingan dosa yang satu atas selainnya (bertingkatan,penj).
Kaidah Dosa Besar dan Dosa Kecil
Manusia adalah makhluk lemah yang seringkali terperosok dalam kubangan dosa. Adakalanya seseorang telah melakukan satu perbuatan secara berulang-ulang tanpa disadari sesungguhnya tindakannya itu adalah dosa besar. Itulah alasan mengapa pengetahuan tentang kaidah dosa sangat urgen dan signifikan, agar tumbuh sikap kehati-hatian dan hadirnya perasaan mawas diri. Untuk membedakan dosa besar dari dosa kecil, para ulama meletakkan kaidah-kaidah (dhawabith) berupa:
- Penamaan dosa besar diberikan langsung oleh Allah swt dan Rasul saw.
- Adanya ancaman yang jelas dan nyata dalam Al-Qur’an maupun Sunnah terhadap pelakunya dengan neraka, laknat, kemurkaan, dan azab.
- Dari aspek sanksi hukum, perbuatan yang mewajibkan ditegakkannya hadd adalah dosa besar.
- Setiap perbuatan jahat yang menjadi indikator lemahnya perhatian pelaku pada agamanya bahkan ada nuansa penghinaan terhadap ajarannya adalah dosa besar.
- Setiap sesuatu yang diharamkan secara sharih oleh syari’at termasuk dosa besar.
- Perbuatan yang menafikan keimanan pelakunya dan mengeluarkannya dari golongan pengikut Nabi saw atau membangsakannya dalam kefasikan dan kemunafikan.
- Tindakan atau perbuatan yang secara jelas disebutkan oleh Al-Qur’an menyebabkan kerugian yang besar dan menuai malapetaka serta kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat.
Adapun sebaliknya, perbuatan-perbuatan yang tidak seperti kriteria kaedah diatas dapat dikatagorikan kedalam dosa-dosa kecil. Hanya saja dosa-dosa ini akan menumpuk menjadi besar bila terus menerus dilakukan dalam kehidupan.
Semoga Allah swt menjaga kita dari perbuatan dosa, menutup seluruh aib yang ada pada diri kita, dan menerima taubat serta memberi ampunanNya yang meliputi langit bumi kepada kita. Amiin Ya Rabbal ‘Alamin