Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.
Sesungguhnya Allah telah mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya dan mensyariatkan berbagai syariat-Nya, dalam rangka memberikan kesempatan kepada ummat manusia untuk membangun sebuah masyarakat yang kuat, saling mencintai, dan bersatu. Antara satu dengan yang lainnya saling menghormati, saling menolong dan bersahabat.
Oleh karena itu, Islam menyerukan di dalam nash-nash syar’iy nya baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits agar orang-orang Islam bersatu dalam barisan, satu ummat, saling tolong, saling peduli terhadap sesama, sehingga ummat Islam menjadi kuat. Allah tetapkan di dalam Al-Qur’an ketentuan-ketentuan untuk hal tersebut, yang dijelaskan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam melalui Sunnah beliau, supaya terwujud kemasyarakatan yang agung ini.
Saling mencintai, saling mengasihi, bersatu, saling menolong, yang setiap individu dari mereka menginginkan kebaikan bagi saudaranya sebagaimana ia menginginkan kebaikan bagi dirinya, dan membenci keburukan atas saudaranya sebagaimana ia membenci keburukan atas dirinya.
Setiap penyimpangan dari pola ini, setiap pelanggaran terhadap aturan ini merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah, serangan terhadap aturan-Nya serta penantang Sunnah-Nya yang dengannya hidup itu menjadi baik, agama dijalankan dengan benar, dan orang hidup dalam keadaan aman, damai dan bersatu.
Oleh karena itu, tidak ada hal yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah kecuali kekhawatiran beliau terhadap persoalan terpecah belahnya ummat, dan perselisihan di antara mereka. Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam hijrah dari Mekkah al-Mukarramah ke al-Madinah al-Munawwarah yang saat itu masih bernama Yatsrib, di sana beliau dapatkan 3 golongan orang yang hidup di kota Madinah, yaitu: suku Aus dan suku Khazraj, keduanya adalah penduduk asli kota Madinah serta qabilah-qabilah Yahudi yang menjadi kaum pendatang di kota Madinah.
Antara Aus dan Khazraj sering terjadi peperangan yang sengit. Sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya dan dari generasi ke generasi, sampai perang terakhir diantara mereka yang dikenal dengan “mawqi’atu bu’ats atau yaumu bu’ats”. Mawqi’atu / perang bu’ast ini terjadi setahun sebelum Nabi shalallahu alaihi wasallam hijrah ke Madinah.
Dan perang ini dianggap perang terakhir dan pertempuran militer tersengit yang pernah terjadi antara mereka. Ketika Nabi shalallahu alaihi wasallam hijrah ke Madinah dan Allah SWT dengan risalah-Nya mempersatukan hati penduduk kota Madinah. Tidak ada lagi perbedaan suku antara mereka. Tidak ada lagi primordialisme, yang ada hanya muslim.
Pada suatu hari, seorang Yahudi yang keji bernama Syas bin Qais berjalan melewati sekelompok sahabat nabi yang sedang duduk-duduk sambil berbincang penuh dengan rasa riang, tawa, rukun dan damai antara mereka. Terbakar hati Syas melihat kerukunan dan keakraban itu. Syas befikir bagaimana bisa orang-orang Aus dan Khazraj duduk bersama dengan penuh keakraban dan damai.
Lalu Syas berfikir dalam dirinya bahwa hal ini merupakan ancaman bagi eksistensi orang-orang yahudi. Karena sungguh, konflik antara Aus dan Khazraj merupakan jaminan keberlangsungan hidup bagi orang yahudi. Orang-orang yahudi memonopoli penjualan senjata kepada suku Aus dan Khazraj. Dan ini tentu merupakan keuntungan bagi mereka dari segi ekonomi.
Kerukunan, kedamaian, persatuan, yang telah terjalin antara kaum muslimin Aus dan Khazraj, membuat Syas semakin resah dan gundah. Hingga akhirnya Syas mendekati kaum muslimin dari suku Aus dan Khazraj, ia masuk ke dalam saf kaum muslimin dan mulai melancarkan adu domba. Kemudian ia mulai mengingatkan kembali suku Aus dan Khazraj akan apa-apa yang dulu pernah terjadi diantara mereka pada masa jahiliah berupa permusuhan dan perperangan, yang terakhir peristiwa bu’ast.
Yang pada hari itu ratusan kepala terpisah dari badan di kedua belah pihak. Ia duduk di antara mereka dan kemudian mengatakan “wahai Fulan.. apakah engkau ingat hari dimana dia telah membunuh saudaramu tahun lalu? Wahai Fulen.. tidakkah engkau ingat apa yang telah dia lakukan kepada saudaramu tahun lalu?” Syas terus mengingat-ngingatkan tentang kebencian, permusuhan dan perperangan yang pernah terjadi di antara Aus dan Khazraj.
Hingga muncul lah kembali api kemarahan dan dendam diantara keduanya. Mereka terbawa kembali ke masa lalu. Mereka kemudian mulai menghunuskan pedang kembali karena api kemarahan dan dendam terhadap peristiwa yang lalu dan bersiap-siap untuk perang. Hingga kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam keluar ke hadapan mereka dalam keadaan marah.. dan berkata:
Apakah kalian akan berperang sedangkan aku berada di tengah-tengah kalian? Rasulullah terus-menerus memberi peringatan dan penegasan kepada mereka hingga turun lah wahyu dari Allah SWT :
Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengikuti sebagian dari orang yang diberi Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir setelah beriman. Dan bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya (Muhammad) pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sungguh, dia diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Ali ‘imran ayat 100-102)
Allah menyebut peperangan antara mereka sebagai bentuk kekufuran, karena hal itu dapat membawa mereka kembali ke masa kekufuran mereka dulu. Memaki orang muslim adalah kefasikan. Dan memeranginya merupakan bentuk kekufuran. Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya (Muhammad) pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sungguh, dia diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran 103)
Bersatunya hati orang mukmin merupakan sebuah kenikmatan besar yang Allah berikan kepada Nabi-Nya, dimana Allah berfirman:
… dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana.
Sampai Allah kemudian berfirman di ayat selanjutnya:
… Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat,
Rasul membacakan ayat-ayat tersebut sampai selesai. Setelah itu airmata pun mengalir deras hingga membasahi jenggot para sahabat. Mereka pun kemudian saling berpelukan dan menyesali apa yang telah mereka lakukan. Dan dari sini wahai hadirin yang dicintai Allah.
Sesungguhnya Islam telah menetapkan bahwa perselisihan dan perpecahan di kalangan manusia apapun sebabnya adalah jalan menuju kehancuran bagi ummat ini. Dalam ayat ini jelas sekali bahwa perpecahan balasannya adalah azab. Jangan pernah berpikir bahwasanya perselisihan akan mendatangkan kebaikan atau perpecahan akan mendangkan karunia. Mengenai perselisihan, Rasulullah SAW bersabda:
Tinggalkanlah, karena hal itu sesuatu yang busuk.
Perselisihan akan mendatangkan fitnah, dan jalan menuju perpecahan. Tinggalkanlah perselisihan. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
Dari Abu Umamah ra ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda : “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun hanya bergurau, Dan aku juga menjamin rumah di syurga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” ( HR. Abu Daud : 4167 )
Kenapa demikian wahai Rasulullah ? Karena perdebatan akan melahirkan sifat dendam dan dengki. Perdebatan akan menunjukkan bahwa aku tau engkau tidak tau, aku lebih baik daripada mu. Syaitan bermain di wilayah ini. Karena itulah, perdebatan itu dilarang meskipun engkau berada dalam posisi benar. Allah dan Rasul-Nya menjanjikan bagi kita surga.
Apapun yang menyebabkan perselisihan itu tinggalkanlah, meskipun perselisihan itu terkadang berkaitan dengan syiar agama. Karena sesungguhnya Islam melarangnya. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’man(1) Telah menceritakan kepada kami Hammad(2) dari Abu Imran Al Jauni(3) dari Jundub bin Abdullah(4) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Bacalah Al Qur`an ketika hati-hati kalian memang menyatu, namun jika kalian berselisih, maka beranjaklah darinya.” (HR Bukhari)
Apabila berselisih walaupun di saat membaca Al Qur’an maka beranjaklah, dan tinggalkanlah.
Persatuan Umat Islam merupakan sebuah fardhu. Yang fardhu tentu harus lebih didahulukan daripada yang nafilah atau sunnah. Allah mengajarkan kepada kita melalui shalat bagaimana cara kita bersatu. Allah memberikan waktu untuk kita 5 kali dalam sehari di dalam shalat berjama’ah untuk mengetahui hal saudara kita, terkadang ada yang membutuhkan bantuan. Ini semua menunjukkan kepada makna persatuan.
Kemudian Allah memberikan kepada kita waktu sekali dalam seminggu dalam persatuan yang lebih besar, yaitu pada waktu shalat Jum’at. Lalu Allah memberikan kepada kita waktu di akhir tahun dalam persatuan yang lebih besar lagi, semua kita berkumpul di suatu tempat dari seluruh penjuru negeri, warna kulit yang berbeda, postur tubuh yang berbeda, bahasa yang berbeda, berkumpul pada satu tempat, satu waktu, memakai seragam yang sama, mengulang-ulang perkataan yang sama, dan berdo’a pada Tuhan yang sama tidak ada sekutu baginya.
Sampai-sampai ketika kita shalat, al-Qur’an mengajarkan kita agar kita menjadi anggota dari jama’ah, anggota masyarakat, bagian dari sebuah ummat, namanya ummat Islam. Setiap hari kita membaca setidaknya 17 kali surat al-Fatihah sesuai jumlah raka’at semua shalat fardhu.
Setiap kali kita membacanya, al-Qur’an mengajarkan kita melalui iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Kita membacanya dengan dhamir nahnu yang berarti kami bukan saya. Padahal saat membacanya kita sendiri.
Kita tidak membacanya iyyaka a’budu wa iyyaka asta’in. Ketika membacanya, kita membacanya dengan lisan ummat ini. Ketika seorang kita memohon hidayah, maka kita diajarkan memohon hidayah bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk jamaah atau ummat ini, ihdinash shirathal mustaqim, bukan ihdiniy.
Semua syiar Islam pada dasarnya didatangkan agar kita bersatu.
Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.
Di dalam ayat yang lain:
… Dan sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”
… Kemudian mereka terpecah belah dalam urusan (agama)nya menjadi beberapa golongan. Setiap golongan (merasa) bangga dengan apa yang ada pada mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai waktu yang ditentukan.
Sesungguhnya kekompakan umat akan menghasilkan generasi-generasi yang bersatu dan saling mencintai sesama, saling menyayangi, saling mendahulukan kepentingan saudaranya.
Namun sayangnya, pemandangan yang terlihat hari ini justru malah sebaliknya. Sudah mulai hilang rasa toleransi di dalam muamalah antar sesama kita. Di dalam jual beli misalnya, ada penjual berupaya maksimal menjual barangnya ke pembeli dengan harga semahal mungkin meski barangnya tak layak dihargakan demikian. Begitu pula pembeli, senantiasa ingin mendapatkan harga semurah mungkin, sehingga terkadang penjual menjadi rugi. Muamalah yang seperti ini akankah mendatangkan kecintaan di antara sesama?
Contoh toleransi, kita dapat membacanya di dalam Sirah sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam Jarir bin Abdillah Al bujali Radhiyallahu Anhu, yang juga disebut dengan Yusuf nya ummat ini karena keindahan wajahnya. Rasulullah selalu ketika melihatnya, beliau tersenyum.
… Jarir bin Abdillah mengutus pembantunya ke pasar untuk membeli kuda. Sang pembantu berhasil membeli kuda dengan harga 400 ratus dirham, yang sebetulnya harga kuda tersebut adalah 800 dirham. Harga murah tersebut didapatkan karena sang penjual dalam keadaan sulit.
Saat tiba di rumah, sang pembantu memberi kabar gembira kepada Jarir bahwa ia berhasil membeli kuda yang baik dengan harga murah. Kemudian jarir bertanya bagaimana kamu bisa membelinya dengan harga demikian? Ia menjawab, aku membelinya dari seseorang yang sedang berada dalam kesulitan. Jarir kemudian minta dipertemukan dengan sang penjual kuda di pasar.
Setibanya mereka di pasar, Jarir bertanya kepada pemilik kuda, berapa engkau menjual kudamu wahai pemuda? Penjual menjawab 400 dirham. Jarir menjawab maukah engkau menjualnya dengan harga 500 dirham. Maka pemuda itupun terdiam tidak bisa berkata apa-apa.
Kemudian jarir bertanya lagi, maukah engkau menjualnya 600 dirham? Maka pemuda pun makin tercengang. Kemudian jarir bertanya lagi wahai pemuda engkau penjual atau pembeli. Kenapa tidak menjawab? Apakah engkau menjualnya dengan 700 dirham?
Kemudian pemuda itu menjawab aku heran terhadapmu wahai tuan. Jarir pun menjawab tidak perlu heran wahai pemuda aku telah berjanji kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam untuk tidak berbuat curang kepada siapapun..
Hari ini yang terlihat, ramai orang senang memanfaatkan kesulitan orang lain, memonopoli perdagangan, menaik-naikkan harga barang, apakah hal yang seperti ini akan mendatangkan kasih sayang dalam hati? Saling mengasihi, ataupun persatuan?
Dalam hadis nabi mengatakan : “Demi zat yang jiwaku berada dalam genggaman Nya, Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukan kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang mana apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi. Sebarkanlah salam di antara kalian.”
*) Khatib adalah Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee, Aceh Besar dan Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh