null
GEMA JUMAT, 15 MARET 2019
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
Surat al-Furqan ayat 33-34
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”. Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacakannya secara tartil (berturut-turut dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datang kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
Pada ayat ini Allah menceritakan tentang sikap orang-orang kafir yang berusaha untuk mengingkari risalah yang diturunkan Allah SWT dengan berbagai kritik. Kritikan mereka jelas-jelas menunjukkan posisi lemah mereka dalam berargumentasi. Mereka mencoba mencari celah kekeliruan atau kesalahan serta ketidaksesuaian al-Qur’an dengan kebiasaan dan keharusan bagaimana diturunkan. Mereka mempertanyakan cara al-Qur’an diturunkan. Seharusnya – menurut mereka- al-Qur’an diturunkan sekaligus saja, tidak berangsur-angsur. Sebenarnya mereka ingin menjebak dengan pernyataan ini. Celah ini mereka manfaatkan apabila diturunkan sekaligus, mereka akan mempertanyakan orisinalitas al-Qur’an. Intinya mereka mencari cara agar dapat memfitnah Nabi serta mendustakan risalah yang dibawa oleh Rasulullah.
Maha Suci Allah dengan segala firman-Nya. Meskipun pertanyaan ini tidak perlu dijawab, namun Allah menjelaskan proses turunnya al-Qur’an dengan berangsur-angsur itu adalah agar dapat memantapkan hafalan dan tertan am kuat dalam ingatan Rasulullah SAW, di samping bahwa diturunkannya al-Qur’an adalah sebagai penjelasan untuk peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dan menjadi sebab turunnya al-Qur’an.
Penjelasan dari ayat ini, memiliki substansi yang memiliki korelasi pernyataan al-Qur’an pada ayat lain yang menyatakan: “berdebatlah dengan mereka dengan cara terbaik”. Ini adalah jawaban al-Qur’an untuk masalah ‘remeh’ dan ‘receh’ yang dilontarkan oleh orang-orang kafir terhadap Nabi Muhammad. Allah SWT menunjukkan kepada kita cara untuk berdebat dengan tetap kukuh pada substansi, lugas, tegas serta menggunakan nalar yang sehat untuk mengiring dan menggiring kebenaran risalah Ilahi. Pada zaman milenial ini, kemampuan untuk berdebat dan menggunakan akal sehat untuk mempertahankan kebenaran dan menyebarkan risalah, amatlah minim di tengah-tengah kaum muslimin. Dengan logika terbalik kita dapat membuktikan, betapa tumpul dan lumpuhnya argumen kebenaran Islam di tengah-tengah zaman digital, yang mana seharusnya risalah kebenaran kita bergaung di seluruh penjuru bumi, namun hanya sedikit orang yang mendapat hidayah dengan kebenaran Islam. Untuk hal ini perlu kerja keras, kerja cerdas dalam dakwah untuk meninggikan kalimatul haq: Laa Ilaaha Illallah.