Gema JUMAT, 29 Januari 2016
Banda Aceh (Gema) – Islam adalah agama dakwah yang bertujuan menyebarkan kasih sayang dan kebaikan untuk umat manusia. Karenanya, radikalisme atau sikap ghuluw (melampaui batas dan berlebih-berlebihan) dalam agama, bukanlah ajaran Islam, bahkan merupakan sikap tercela dan dilarang oleh syariat.
Sikap ini tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya, juga tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan. Terlebih lagi dalam urusan agama.
Demikian disampaikan Ustaz H Mutiara Fahmi Lc MA, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (27/1) malam.
“Sikap radikalisme atau ghuluw itu sama sekali bukan ajaran Islam, apalagi sampai melakukan teror atas nama agama dan jihad,” ujar Ustaz Mutiara Fahmi. Menurutnya, sikap radikalisme dalam beragama ini sangat berbahaya karena telah merusak Islam.
Umat Islam juga harus menghindari sikap radikal dan kekerasan dalam beragama. Jangan sampai memaksa dalam menyebarkan dakwah Islam. “Silahkan kita menyampaikan Islam dan menebarkan dakwah dengan cara-cara santun, karena itu tugas setiap pribadi muslim, tapi ingat hanya penyampai. Jangan berlebih-lebihan dan memaksa dengan cara-cara radikal atau teror,” terangnya.
Mutiara Fahmi mengingatkan, umat Islam hanya penyampai atau pemberi peringatan, bukan orang menaklukkan. Seseorang muslim itu tidak bisa memberi hidayah untuk ikut ajaran Islam, karena itu kekuasaan Allah.
“Kita hanya memberikan pesan dakwah dan dapat pahala. Didengar atau tidak itu bukan urusan kita, Allah yang lebih punya kuasa,” kata Mutiara yang juga Dewan Muhtasyar Yayasan Tgk Hasan Krueng Kalee ini.
Dia menjelaskan isi surat AlGhasyiah ayat 21-22: “Fazakkir innama anta muzakkir, lasta ‘alaihim bi mushaythir” yang artinya “… berilah peringatan, kamu hanyalah pemberi peringatan, kamu bukana peasa aas eea… Penyampai dakwah dengan damai dan santun adalah jalan jia pang uaa aa sa. Jauhi ghuluw atau berlebih-lebihan. Karena umat-umat terdahulu hancur akibat berlebih lebihan.
“Kita harus jadi ummatan wasatha atau pertengahan. Dulu ada umat yang membunuh nabi dan ada yang menuhankan nabi dan sahabat-sahabat,” katanya. (Sayed/Saman/KWPSI)