Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
”Pada hari-hari yang tertentu, barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka mengganti di hari lain. Bagi orang yang mampu, maka ia membayar fidyah memberi makan orang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebaikan (membayar kelebihan) maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. al-Baqarah 184).
Ayat ini merupakan sambungan dari ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat kewajiban puasa bagi kaum muslimin sebagaimana kewajiban terhadap orang-orang terdahulu, serta yang menjadi target dalam pelaksanaan ibadah ini adalah mencapai gelar taqwa. Sambungan ayat ini menyatakan bahwa puasa itu dikerjakan dalam beberapa waktu yang telah ditentukan. Ini berarti bahwa puasa dikerjakan pada hari-hari yang ditentukan saja dalam setahun, yaitu sebulan dalam hitungan bulan Hijriyah yaitu Bulan Ramadhan.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa tidak semua orang mendapat kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Bagi yang sakit sehingga ia tidak dapat berpuasa atau sedang dalam perjalanan, bagi orang yang yang seperti itu, dapat mengqadha atau menggantinya pada hari lain yang dibolehkan di luar bulan Ramadhan.
Demikianlah indahnya bulan Ramadhan khususnya dan Islam pada umumnya. Kewajiban itu memiliki batasan untuk ditaati. Apabila sakit atau dalam perjalanan, maka boleh diganti dengan puasa di hari lain atau membayar fidyah. Hal tersebut mengingatkan kita pada shalat, yang apabila kita tidak mampu berdiri, maka dibolehkan duduk, dan apabila tidak bisa duduk, maka boleh berbaring, dan kewajiban itu masih ada semasih hamba itu memiliki kesadaran.
Puasa bisa digantikan dengan fidyah bagi orang tua renta, sakit parah yang tidak diharapkan lagi kesembuhannya, juga bagi ibu hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan kandungannya. Ada sisi positif yang dapat diambil pada rukhsah (keringanan) ini, pertama, bahwa keguguran itu tidak wajib, namun dapat dialihkan dalam bentuk ‘kebaikan’ bagi orang lain yaitu, fidyah. Dengan demikian, implementasi ketaatan tersebut kembali kepada dirinya dengan bentuk keikhlasan dalam berkorban dengan cara lain, dan juga orang-orang yang lemah secara ekonomi dapat menerima ‘kebaikan’ orang lain dalam bentuk harta dan makanan. Artinya, ketika orang tidak mampu mentaati perintah Allah karena uzur, maka ia diberi pilihan untuk berbagi dengan orang-orang yang kurang beruntung. Kemudian Allah menyatakan, kalau ada hamba-Nya yang tidak sanggup berpuasa serta membayar fidyah, lalu melebihkan dari jumlah fidyah tersebut, maka akan lebih baik.
Pada penggalan akhir ayat, Allah menyatakan bahwa kalau kamu berpuasa lebih baik bagi kamu, artinya ada hal-hal yang Allah masih merahasiakan betapa hikmah berpuasa itu sangat besar mungkin hanya sedikit hikmahnya yang kita dapat. Indahnya Ramadhan, semoga kita dapat menjalaninya dengan ikhlas, serta dapat mengisinya dengan amalan-amalan lainnya. Allahumma baarik lanaa fi Ramadhan.