Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 27 Ramadhan 1440
Saudaraku, di hari-hari penghujung bulan Ramadhan, tuntunan iman Islam mengajarkan kepada kita agar berusaha mengoptimalkan ibadah seperti dengan melakukan i’tikaf di masjid, mencari dan menemukan keberkahan lailatul qadar serta membayar zakat (fitrah). Semua ini merupakan kondisioning agar hati kita menjadi suci. Karena penghujung Ramadhan berakhir dengan datangnya Idul Fitri, maka sejatinya menyambut hari raya idul fitri itu dengan hati suci.
Hati suci dari segala dosa, tidak munafik, tidak syirik, tidak menyimpan dendam, iri hati, dengki, kesombongan. Hati suci adalah hati yang terbuka, lapang, luas, lues, disinari oleh cahaya atau nur ilahiah, sehingga mampu memantulkan akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari, seperti suka berbagi rezeki dan kebaikan, gemar memaafkan tidak diminta sekalipun.
Hati suci inilah yang oleh Islam dikatakan sebagai hati nurani yang sangat kontras perbedaannya dengan hati dzulmani, hati yang gelap gulita. Hati nurani adalah hati yang bercahaya karena saking putih bersihnya dari segala noda dan dosa setelah diampuni oleh Rabbnya. Karena dosa telah diampuni, maka cahaya putihnya hati mampu menerangi sekelilingnya dalam radius seluas-luasnya menembusi kegelapan yang melanda.
Ya saudaraku, itulah hati suci nan fitri hasil pendidikan Ilahi melalui penunaian ibadah Ramadhan seperti yang kita kukuhkan selama ini. Oleh karenanya hiruk pikuk dan keriuhan di pusat-pusat perbelanjaan, mal, pasar, bank, atm, terminal, bandara, pelabuhan, perjalanan mudik lebaran dan tempat-tempat lain yang tidak bisa dihindari hendaknya tidak mengubah orientasi. Termasuk keriuhan dalam rumah tangga saat mempersiapkan hidangan lebaran, membangun merehab kediaman dan taman di halaman.
Sekali lagi semua aktivitas artifisial itu hendaknya tidak merubah orientasi. Orientasi pada sepertiga terakhir ramadhan adalah memaksimalkan ibadah dengan i’tikaf. Secara formal i’tikaf dilakukan di masjid, dan secara subtantif i’tikaf dilalukan dengan mentautkan hati dengan masjid, mengorientasikan diri pada kebaikan, mengorientasikan perilaku pada kebenaran, mengorientasikan hati pada Allah ta’ala, baik saat di masjid maupun di luar masjid, baik saat shalat maupun di luar shalat, baik di saat masih dalam bulan Ramadhan maupun setelah Ramadhan berlalu.
Saudaraku setelah berpuasa dengan didasari oleh keimanan dan keikhlasan, maka hasilnya diharapkan menjadi orang-orang takwa. Orang takwa hatinya suci tercerahkan. Ketika berhasil meraih kesucian hati sebagai hasil pendidikan ilahiah selama Ramadhan, maka sudah selayaknya kita nensyukurinya, baik dengan hati, lisan maupun perbuatan nyata.
Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini bahwa kesucian hati merupakan oase rasa bahagia yang merefleksi pada sikap dan perilaku sehari-sehari, menjadi lebih rendah hati, bersahaja, santun, pemaaf, pemurah, adil, bijaksana dan sikap mulia lainnya.
Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya mengucapkan alhamdu lillahi rabbil’alamin. Dengan memuji Allah semoga kita memperoleh kesucian hati, kejernihan berpikir, dan perilaku hari-hari yang terbimbing.
Ketiga, mensyukuri dengan langkah konkret, berbekal hati suci kita menebar kebaikan, menohon maaf ke sesama atas segala kesalahan sembari mengikhlaskan kesalahan sesamanya atas dirinya.