H. Harun Keuchik Leumiek
Senin 28 Januari 2019 lalu, menjadi sejarah penting bagi H. Harun Keuchik Leumiek (77). Pada hari itu lebih dari 1000 tamu hadir menyaksikan peresmian Masjid Haji Keuchik Leumiek oleh Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dibangun dengan dana sendiri tanpa bantuan pihak lain di Gampong Lamseupeueng Kecamatan Lueng Bata, persis di pinggir Krueng Aceh. Turut hadir Wali Nanggroe, Walikota Banda Aceh, tamu negara sahabat dan petinggi Aceh.
Sebenarnya pria kelahiran Lamseupeung 19 September 1942 enggan dipublikasikan terutama prosesi pembangunan rumah Allah, takut menjadi ria dan tidak etis. Yang jelas masjid dengan nama ayahnya Haji Keuchik Leumiek dengan satu menara di bagian depan menjadi daya tarik tersendiri karena dirancang dengan perpaduan gaya Timur Tengah, Eropa, Masjid Cardova dan Masjid Nabawi Madinah. Setelah peresmian, ayah 5 putra putri dan 11 cucu ini segera akan menyerahkan masjid ini kepada masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai tempat ibadah dan kegiatan sosial lainnya. Menurut informasi, shalat Jumat perdana dilaksanakan hari ini 1 Pebruari 2019 dengan khatib Prof. Dr. H. Farid Wajdi Ibrahim, MA dan imam Tgk. H. Iqbal Hasan. Untuk mengatur adminitrasi dan operasionalnya, Harun Keuchik Leumiek mengangkat Drs. H. Ridwan Ibrahim, MA sebagai imuem chik serta dua orang pembantu imeum chik.
Harun muda selain wartawan juga dikenal sebagai kolektor benda pusaka. Debut wartawan dimulai tahun 1970 pada harian Analisa Medan. Berkat kepiawaiannya menulis, saat itu selain menulis tetap di koran tersebut, juga rajin mengirim berita dan artikel ke berbagai media nasional dan lokal seperti Mimbar Swadaya dan Mimbar Umum. Ia lebih fokus menulis tentang budaya dan ekonomi bisnis.
Tidak hanya itu, bakat memotretpun patut diacungi jempol, sehingga banyak foto-foto bersejarah disimpan hingga saat ini. Kalau ingin tahu bagaimana wajah Banda Aceh yang saat itu bernama Kutaraja tempoe doeloe misalnya, boleh datang ke museum miliknya. Ada sekitar 500 foto-foto berbagai objek hasil karyanya seperti Masjid Raya Baiturrahman, gedung sekolah, makam Sultan, gedung pemerintah dan sebagainya. Sebagai penulis, Harun Keuchik Leumiek sering membuat nama samaran seperti Hakelsa dan Ay. Memet. Ia mengabdi sebagai wartawan hingga tahun 2017 atau selama 44 tahun. Itu sebabnya penghargaan dan tanda jasa tak terhitung jumlahnya.
Harun memang seniman sekaligus kolektor. Ia banyak menyimpan benda pusaka seperti siwah dan rencong, mundam mirip “plok kom” yang bersisik, manek keurawang danlain-lain yang berusia lebih dari seratus tahun. Saat masih muda, Harun kerap memburu kemanapun barang pusaka bila ia mendengarnya. Termasuk di museumnya tersimpan 40 jenis kain bersulam sutra yang berusia 300 tahun, demikian pula berbagai jenis senjata tajam terbuat dari suasa dan sepuh emas. Tidak hanya itu, juga banyak coin uang dirham dari berbagai negara seperti
Inggris, Spanyol, Amerika, Turki abad tujuh belas.
Suami dari Hj. Salbiah ini juga memburu coin dari Aceh Pase Samudra. Ia menjelajah mulai Gampong Pande sampe Krueng Raya untuk mengoleksi coin pusaka benda sejarah termasuk naskah kuno mushaf Al Quran dan Tafsir Al Qur’an versi Belanda, tidak terkecuali kitab tua yang sudah langka sekali kebaradaannya.
Wajar saja, museum H. Harun yang dibangun dekat rumahnya banyak dikunjungi turis mancanegara dan domestik. Sebut saja dari Inggris, Turki, Spanyol, Prancis dan Belanda. Juga dari Australia, Kanada, Amerika, Pattani Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam dan lain-lain. Kita berharap, apa yang telah dirintis oleh sang kolektor Harun Keuchik Leumiek paling tidak dapat diteruskan oleh generasi mendatang di saat beliau telah tiada. Semoga hasil karya beliau menjadi bukti sejarah bagi anak cucu kelak. Baskar