Gema JUMAT, 31 Juli 2015
Oleh : Murizal Hamzah
Gubernur Daerah Istimewa Atjeh Prof Ali Hasjmy mencari akal. Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh sudah memiliki tiga kubah. Gubernur era tahun 1960-an ini ingin menambah menjadi lima kubah. Akar diputar, ide digali agar mendapat biaya. Hingga suatu ketika, Ali Hasjmy bertemu bertemu Sukarno.
“Falsafah negara kita Pancasila. Tapi kubah Masjid Raya Baiturrahman cuma tiga,” jelas Ali Hasjmy kepada Sukarno.
Presiden pertama Indonesia yang tertarik kepada falsafah apalagi Pancasila cepar beraksi. “Cepat bikin dua kubah lagi”, katanya sambil teken cek dan menyerahkan kepada Ali Hasjmy. Maka jadilah lima kubah dari tiga kubah. Kisah ini dikutip dari sebuah majalah terbitan nasional.
Sejatinya, perluasan Masjid Raya telah berlangsung dari gubernur ke gubernur sejak era kolonial Belanda hingga kini. Pada awalnya, Masjid Raya Baiturrahman (Rumah Tuhan yang Pemurah) dibangun pada masa Sultan Alaidin Mahmud Syah 1291. Versi lain dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda tahun 1614.
Pada masa Sultanah Sri Ratu Nurul Naqiatuddin (1675~1678) masjid ini dibakar karena pergolakan antar golongan. Bentuknya tidak berkubah. Menelisik lukisan, bentuk masjid tersebut seperti Masjid Indrapuri Aceh Besar.
Kemudian datang tamu tidak diundang yakni gerombolan serdadu Belanda. Dalam pertempuran dengan pasukan Kerajaan Aceh, kolonial Belanda membakar masjid ini dengan melempar 12 granat pada Kamis, 10 April 1873. Untuk mengambil hati rakyat, Gubernur Sipil dan Militer Jenderal van Lansberge pada Maret 1877 dalam pidatonya berjanji akan membangun kembali masjid ini.
Realiasasi janji itu diwujudkan oleh Gubernur Sipil dan Militer Aceh Jenderal K. van der Heijden pada 9 Oktober 1879 yang diawali dengan 13 kali tembakan meriam dan dilanjutkan dengan makanmakan (kenduri). Masjid satu kubah itu selesai 1881 sekaligus menjadikan masjid pertama di Asia Tenggara yang berkubah. Pembangunan masjid ini selesai dalam dalam dua tahun dengan pekerja dan kontraktor oleh orang Cina.
Masih pada era kolonial Belanda, Gubernur Militer A. Ph. van Aken tahun 1935, Masjid Raya Baiturrahman diperluas lagi di bawah, pimpinan, pelaksana Ir M.Tahir. Perluasan ini menghabiskan 135.000 golden, Hasilnya: kubah yang semula 1 menjadi tiga buah. Lalu Panglima Kodam I Iskandar Muda Mayor Jenderal T. Hamzah Bendahara menghiasi masjid ini dengan lampu neon, mercury serta kolam dengan lampu warna-warni.
Namun adanya reaksi yang menyebut kelapkelip masjid itu seperti klab-malam. secepatnya lampu-lampu itu dicopot. T. Hamzah Bendahara merenovasi kolam, lampu-lampu tanpa biaya negara alias dia memakai uang pribadi. Selanjutnya, pada era gubermur Daerah Istimewa Aceh Prof Ibrahim Hasan dilakukan perluasan masjid kebanggan rakyat Aceh ini. salah satu pesan yang disampaikan oleh anak ulama tersebut yakni bahwa ini perluasan terakhir masjid raya. Sebagaimana diketahui, perluasan yang dilakukan pada era tahun 1980-an ini telah meratakan puluhan gedung atau toko di depan dan belakang masjid.
Terakhir, Selasa (28/7/2015), Gubernur Aceh Zaini Abdullah melakukan perluasan masjid ini yang direncanakan hingga ke tepi Sungai Krueng Aceh. Berarti bakal ada puluhan ruko yang akan diratakan demi perluasan masjid. Di sungai itu dibangun dermaga, sehingga masyarakat bisa ke masjid ini melalui sungai itu dengan kapal yang akan disiapkan. Itu janji umara kepada umat.
Kini Pemerintah Aceh telah menganggarkan Rp1,4 triliun untuk perluasan secara bertahap di areal seluas 8 hektar sehingga nantnya Masjid Raya Baiturrahman itu seperti Masjid Nabawi Madinah. Fasilitas lain infrastruktur masjid ini yakni dilengkapi 12 payung elektrik raksasa berukuran 15 x 25 meter, basement, taman, rumah, drinking water, TTPA Anak, guest house untuk wisman dan covention center. Semua itu ditargetkan selesai pada Mei 2017 atau sebelum Zaini Abdullah-Muzakir Manaf turun tahta pada Juni 2017.
Kita berharap, perluasan yang maha raksasa ini bisa berlangsung baik dalam arti kata, pelaku selamat di dunia hingga ke akhirat serta jamaah shalat bertambah serta aktivitas ibadah semakin berlanjut seperti di Masjid Madinah.