Isra dan mi’raj adalah satu mukjizat bagi Rasul Muhammad SAW, Hamba Mulia yang sangat mulia, hingga diperjalankan oleh Allah pada suatu malam dari Masjidil Haram Makkah al-Mukarramah ke masjidil Aqsha yang ada di Palestina, kemudian berangkat menuju langit pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh dan diatas langit ketujuh ada Sidratul Muntaha.
Agar umat Islam dan yang belum Islam, percaya dengan peristiwa ini Allah menjelaskan dalam firman-Nya di Surat An-Najmi ayat 1-18. “ Demi bintang ketika terbenam, Kawanmu Muhammad tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Kewajiban shalat lima waktu, yaitu Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh telah diwajibkan oleh Allah kepada hamba-hamba Nya yang telah beriman kepada Allah. Dan shalat salah satu dari rukun Islam. Semua rukun Islam dan hukum-hukumnya datang melalui wahyu, kecuali shalat. Shalat diwajibkan dengan perintah langsung dari Allah Azzawajalla, karena shalat merupakan alat penghubung langsung antara bumi dan langit, dan merupakan kontak antara hamba dengan Allah Rabbal ‘Alamiin.
Demikian disampaikan DR. Tgk. H. A. Mufakhir Muhammad, M.A, Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Pascasarjana UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, bertindak sebagai penceramah dalam peringatan Israk dan Mikraj Pemerintah Aceh, di Masjid Raya Baiturrahman, (10/03) kemarin malam.
Shalat Bentuk Karakter
Sementara itu, Jasmadi Ali, S.Psi., MA., Psikolog menjelaskan, Shalat sebagai ibadah ritual – mahdhah yang diwajibkan oleh Allah Swt adalah ibadah yang paling sakral, dengan syarat dan rukun – rukun yang sangat ketat. Shalat dilakukan dengan totalitas, lahir dan batin. Bahkan dianjurkan / lebih baik dilakukan secara berjamaah, khususnya shalat llima waktu.
“Jika seorang hamba Allah melakukan shalat sebagaimana yang telah diituntunkan oleh Rasulullah Saw, maka sangat banyak pengaruh positif bagi hamba tersebut,” kata dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh.
Di antara karakter positif yang timbul dari pelaksanaan shalat, antara lain jelas dia, adalah
Dengan menjaga shalat, senantiasa hidup bersih dan suci. Pembiasaan berwudhu’ setiap shalat, akan menjaga diri seorang hamba Allah untuk selalau hidup bersih dan suci (Al-Hadits).
Sikap disiplin. Seorang hamba yang mampu melaksanakan shalat tepat waktu dan kontinyu sesuai waktu yang telah ditetapkan, maka dapat diprediksi hamba tersebut mampu melaksanakan tugas secara disiplin.
Taat kepada aturan. Seorang hamba Allah yang mampu menjaga syarat & rukun shalat setiap ia melakaukannya, maka akan mudah untuk taat dan patuh terhadap aturan – aturan yang ada dalam kehidupan nyata.
Taat kepada pemimpin. Khusus hamba Allah yang shalat berjamaah dengan benar, maka kepatuhannya dalam mengikuti imam shalat juga dapat menumbuhkan kepatuhan / ketaatan kepada pemimpin.
Terhindar dari perbuatan yang negatif. Dalam konteks Al-Quran disebut dengan prbuatan keji dan mungkar. Hal ini tentu buah melakukan shalat dengan benar (Al-Quran).
Memupuk kesabaran. Sebab shalat tidak akan dapat dilakukan dengan baik, kecuali dengan penuh kesabaran (Al-Quran, serta dapat memupuk kekhuyukan dan kesadaran serta konsentrasi (Al-Quran).
Lebih lanjut, jelas dia, dengan otimalisasi shalat dapat dilakukan secara lahiriah, baik sisi bacaan dan aktifitas rangkaian shalat, termasuk kontinyuitas melakaukannya. Ia mencontohkan, misalnya, pada usia anak – anak dan awal – awal aqil baligh, masih bergelut dalam optimalisasi lahiriah ini, sambil memupuk sisi penghayatan batiniah dan ruhiyah.
Sedangkan pada usia dewasa tengah, sebaiknya sudah mencoba untuk memadukan sisi lahiriyah dan batiniah dalam shalat ini, yaitu sisi penghayatan dan kehusyukan dalam shalat, sehingga menghasilkan shalat yang optimal, yang dapat sebagai sarana mi’rajnya seorang hamba kepada Allah Swt.
Shalat yang dapat membentuk karakter Islami adalah shalat yang dilakukan dengan benar dengan syarat dan rukun terpenuhi dan penuh dengan keimanan, kesadaran, kepatuhan, ketaatan, dan kehusyukan kepada Allah Swt. Tentunya, kita sebagai hamba Allah ini, mempunyai kemampuan yang berbeda – beda dalam memenuhi tuntutan dan tuntunan tersebut. Sehingga karakter sebagai bentukan shalat tadi juga berbeda – beda kita peroleh dari Allah Swt.
Banyak cerita para sahabat terkait dengan shalat ini. Baik dari sisi contoh lahiriyah mapun batinah. Salah satunya, adalah Ali Bin Abi Thalib Ra., pernah dalam salah satu peperangan, Ali terkena anak panah musuh pada bagian kakinya. Untuk mencabutnya, beliau menyarankan sewaktu beliau shalat. Artinya, betapa shalat Ali ini dapat dikatakan sudah pada tataran totalitas yanag sangat tinggi menghadap Khaliqnya, sehingga hubungan dengan makhluk mampu ia putuskan. Subhanallah, semoga kita mampu melaksanakan shalat sedemikian rupa. (marmus)