Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Banda Aceh mulai menerapkan pemisahan ruang belajar antara laki dan perempuan.
Pemisahan ruang belajar yang dilakukan bertepatan dengan masuknya tahun ajaran baru ini sebagai salah upaya dari pemerintah untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah, khususnya di kota Banda Aceh.
Komisi V DPR Aceh yang membidangi pendidikan mengapresiasi lagkah pemko Banda Aceh melakukan pemisahan ruang belajar siswa-siswi di Banda Aceh. Hal itu juga menunjukkan adanya keinginan dari pemerintah untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Anggota komisi V DPR Aceh Tgk. Makhyaruddin Yusuf mengatakan pemisahan ruang belajar antara laki-laki dan perempuan bukanlah hal yang baru, pasalnya pada sejumlah sekolah di Pesantren juga sudah melakukan hal yang sama jauh-jauh hari.
“Ini bagus sekali, namun terkait metodenya tentupemerintah melalui dinas pendidikan harus mengevaluasinya secara rutin. Menurut saya jika di Banda Aceh nanti berhasil melakukan program ini, maka daerahdaerah lain akan ikut dengan sendirinya,”Ujar Makhyar.
Menurut Makhyar, selain pemisahan ruang belajar antara laki-laki dan perempuan, Dinas pendidikan juga harus terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, sehingga siswa-siswi dari Aceh mampu bersaing dikancah nasional.
“Pemisahan ruang belajar bagus, tapi harus dibarengi juga dengan peningkatan mutu pendidikan, apalagi di Banda Aceh ini fasilitas dan tenaga pengajar sudah cukup memadai,”lanjutnya lagi.
Sementara jauh hari sebelumnya salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Banda Aceh sudah melaksanakan pemisahan ruang belajar laki-laki dan perempuan. Sekolah tersebut adalah SMA Negeri
11 kota Banda Aceh.
Sekolah yang didirikan pada tahun 2005 ini telah menerapkan pola pemisahan ruang belajar antara pelajar perempuan dengan pelajar laki-laki sejak awal sekolah itu berdiri.
“Disekolah ini ada 21 rombongan belajar, setiap kelas ada tujuh ruang dan setiap Rombel kita bagikan, ada rombel perempuan dan rombel laki-laki,”Kata kepala SMAN 11 Banda Aceh Muhibbul Khibri, S.Pd M. Pd.
Muhibbul Khibri mengaku pada awal diterapkan pola tersebut banyak masyarakat yang merasa bingung dan ragu program tersebut akan berjalan dengan baik, akan tetapi mengingat tekad dari pihak sekolah untuk menjadikan sekolah tersebut sebagai sekolah yang berkarakter Islami, pihaknya secara konsisten memisahkan ruang belajar antara laki-laki dengan perempuan.
Ia mengaku upaya pemisahan itu berdampak baik pada semakin terpolanya pergaulan antara pelajar laki-laki dan perempuan, “Program pemisahan ini justru kita memperoleh nilai lebih, siswa kita terpola sendiri, laki-laki bergaul dengan laki-laki dan perempuan bergaul dengan perempuan, meskipun kantin kita baru satu tapi laki-laki dan perempuan setelah membeli minuman atau makanan langsung menyesuaikan diri,”ujar Muhib.
Sementara itu Kepala SMAN 4 DKI Jakarta Banda Aceh, Drs. Syarifuddin, menyebutkan pemisahan antara murid lelaki dan dan perempuan yang mulai diterapkan di SMA di Banda Aceh itu berdasarkan aturan yang dikeluarkan Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dispora) Kota Banda Aceh.
“Tahun ini kita coba bagi pelajar kelas I dulu. Untuk selanjutnya kita lihat bagaimana perkembangannya,”ujarnya.
Dilain pihak, salah seorang siswa SMA Negeri 1 Banda Aceh Muhammad Khalil Dova mengaku setuju dengan pemisahan ruang belajar tersebut, namun menurutnya ada juga siswa yang tidak setuju. Akan tetapi alumni SMP Negeri 1 Banda Aceh ini yakin dalam waktu yang tidak terlalu lama mereka juga akan terbiasa dengan hal seperti itu.
Khalil mengatakan, sebagai daerah yang menjalankan syariat Islam, hal tersebut wajar diterapkan. “Bagi saya bukan masalah, tapi ada juga temanteman yang tidak setuju. Karena selain banyak faktor positifnya, ada juga faktor negatifnya seperti, terlalu ribut kalau dalam satu ruang itu cowok semua, kemudian kelasnya mungkin akan terkesan kurang terurus, namun saya yakin lama kelamaan juga akan terbiasa sendiri,”ujar Khalil yang juga pengurus Remaja Masjid Taqwa Seutui (RMTS) ini. (Abi Qanita)