Gema JUMAT, 15 Januari 2016
Oleh : Sayed Muhammad Husen
PENGANGGURAN adalah masalah serius di Aceh. Betapa tidak, salah satu dampak negatif pengangguran pada masa konfl ik dulu, mereka mudah sekali “termakan” agitasi untuk mengikuti gerakan perlawanan terhadap pemerintah yang sah. Mereka mudah dipengaruhi sejumlah harapan dan mimpi, walaupun pada akhirnya sebagian besar mereka menyatakan penyesalan.
Masalah pengangguran belum juga selesai, atau paling tidak berkurang signifi kan di masa damai ini. Indikator paling nyata dapat kita lihat pada saat rekrutmen pegawai atau karyawan. Ribuan pencari kerja menyerbu peluang kerja yang tersedia dalam jumlah terbatas itu. Mereka berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun menanti kesempatan dan peluang kerja.
Menurut data statistik, tidak kurang 217.000 penganggur di Aceh. Jumlah ini bisa saja terus meninggkat sering bertambahnya jumlah angkatan kerja. Pada Agustus 2015 jumlah angkatan kerja di Aceh sebesar 2,183 juta orang, sedangkan yang bekerja 1,966 juta orang. Inilah yang terus dipikirkan dan diurus oleh pemerintah dan pihak swasta, sehingga angka pengangguran dapat dikurangi.
Karena itu, semua potensi yang ada harus kita manfaatkan untuk mencari dan menciptakan pekerjaan/lapangan kerja. Antara lain dapat dilakukan multi pemangku kepentingan, dengan inisiatif dan kemampuan masing-masing. Sebab, masalah pengangguran adalah masalah bersama dan dampak negatifnya pun bisa saja kita rasakan bersama juga.
Dr Yusuf Qardhawi mengungkapkan, pengangguran dibagi dua macam: pertama, pengangguran jabariyah (terpaksa). Ini suatu pengangguran yang seseorang tidak mempunyai hak sedikitpun memilih status ini dan terpaksa menerimanya. Pengangguran seperti ini umunya terjadi, karena seseorang tidak mempunyai keterampilan sedikitpun.
Kedua, pengangguran khiyariyah. Seseorang yang memilih untuk menganggur, padahal dia pada dasarnya adalah orang yang mampu untuk bekerja, namun pada kenyataanya dia memilih untuk berpangku tangan dan bermalas-malasan, sehingga menjadi beban bagi orang lain. Dia memilih hancur dengan potensi yang dimiliki dibandingkan menggunakannya untuk bekerja.
Untuk itu, bagi sang penganggur, sebenarnya dapat mendayagunakan potensi diri dan lingkungannya untuk keluar dari perangkap penganguguran. Ini dapat dimulai dari membangungun kesadaran, melakukan perubahan mental dan memproduktifkan potensi yang dimiliki. Sementara pada sisi lain, pemerintah seharusnya memprioritaskan penyelesaian masalah pengangguran dengan strategi yang efektif dan mencapai hasil yang cepat.