Gema JUMAT, 14 Agustus 2015
Oleh : Sayed Muhammad Husen
Hidup damai tanpa konflik bersenjata dambaan kita semua. Hampir tak ada masyarakat Aceh yang mengaku bahagia hidup dalam “perang” berkepanjangan. Justru yang dominan adalah keluhan masyarakat ketika 30 tahun Aceh dalam konflik antara GAM dengan RI. Konflik ini berakibat hampir seluruh tatanan kehidupan hancur, martabat hilang dan ekonomi terpuruk.
Sekarang, setelah sepuluh tahun Aceh mencapai damai, semua kita mungkin telah merasakan kemajuan diantaranya: masyarakat bebas mencari rezeki, lebih nyaman beribadah dan pemerintahan lebih demokratis. Masyarakat bebas menyampaikan pendapat dan kritik. Termasuk menyatakan suka atau tidak suka terhadap apa yang dikerjakan pemerintah.
Dalam pandangan spritualitas, hidup damai merupakan rahmat Allah SWT yang tak boleh henti-hentinya kita syukuri. Tak mungkin damai kita capai jika Allah SWT tak menghendakinya. Maka, damai harus kita syukuri dengan cara meningkatkan ketaatan kepada-Nya, mengamalkan syariat-Nya dan berupa maksimal mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kita tidak berkepentingan damai Aceh dapat terlihat hasilnya dalam waktu singkat, sebab hasil itu sering ditafsirkan dalam perspektif masing-masing. Yang penting adalah, bagaimana kondisi damai ini dapat kita maksimalkan untuk mengimplementasikan mimpi dan idealisme masyarakat yang sering mengemuka pada masa konflik dulu.
Diantara idealisme itu: Aceh haruslah menjadi negeri yang adil dan sejahtera. Masyarakat Aceh mendambakan status sosial ekonomi yang lebih baik dan dapat mengamalkan syariat Islam dalam semua aspek kehidupuan. Aceh haruslah sejajar dengan negeri lain yang telah lebih dahulu maju dan berkembang.
Karena itu, masyarakat Aceh berharap banyak pada pemimpin yang telah mereka beri amanah, menjadi imam dalam “perjuangan” mencapai kualitas hidup yang lebih baik, adil, sejahteara dan bahagia. Salah satu bentuk konkretnya, masyarakat Aceh mendambakan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Aceh yang lebih baik.
Sudah seharusnya Aceh damai diisi dengan program menyekolahkan anak-anak yatim dan miskin hingga S3 di pelosok Tiro, Nisam, Meureu dan pedalaman Aceh lainnya. Aceh Baru yang damai (abadi), demokratis dan islami hanya dapat dicapai dengan kualitas SDM yang baik. Keadilan dan kesejahteraan pun kita capai dengan kepemimpinan Aceh yang berkualitas.