Persatuan sebagai Sendi Islam

Tgk Muhammad Faisal MAg

Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.
Sesungguhnya Allah telah mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya dan mensyariatkan berbagai syariat-Nya, dalam rangka memberikan kesempatan kepada ummat manusia untuk membangun sebuah masyarakat yang kuat, saling mencintai, dan bersatu. Antara satu dengan yang lainnya saling menghormati, saling menolong dan bersahabat.
Oleh karena itu, Islam menyerukan di dalam nash-nash syar’iy nya baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits agar orang-orang Islam bersatu dalam barisan, satu ummat, saling tolong, saling peduli terhadap sesama, sehingga ummat Islam menjadi kuat. Allah tetapkan di dalam Al-Qur’an ketentuan-ketentuan untuk hal tersebut, yang dijelaskan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam melalui Sunnah beliau, supaya terwujud kemasyarakatan yang agung ini.
Saling mencintai, saling mengasihi, bersatu, saling menolong, yang setiap individu dari mereka menginginkan kebaikan bagi saudaranya sebagaimana ia menginginkan kebaikan bagi dirinya, dan membenci keburukan atas saudaranya sebagaimana ia membenci keburukan atas dirinya.
Setiap penyimpangan dari pola ini, setiap pelanggaran terhadap aturan ini merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah, serangan terhadap aturan-Nya serta penantang Sunnah-Nya yang dengannya hidup itu menjadi baik, agama dijalankan dengan benar, dan orang hidup dalam keadaan aman, damai dan bersatu.
Oleh karena itu, tidak ada hal yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah kecuali kekhawatiran beliau terhadap persoalan terpecah belahnya ummat, dan perselisihan di antara mereka. Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam hijrah dari Mekkah al-Mukarramah ke al-Madinah al-Munawwarah yang saat itu masih bernama Yatsrib, di sana beliau dapatkan 3 golongan orang yang hidup di kota Madinah, yaitu: suku Aus dan suku Khazraj, keduanya adalah penduduk asli kota Madinah serta qabilah-qabilah Yahudi yang menjadi kaum pendatang di kota Madinah.
Antara Aus dan Khazraj sering terjadi peperangan yang sengit. Sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya dan dari generasi ke generasi, sampai perang terakhir diantara mereka yang dikenal dengan “mawqi’atu bu’ats atau yaumu bu’ats”. Mawqi’atu  / perang bu’ast ini terjadi setahun sebelum Nabi shalallahu alaihi wasallam hijrah ke Madinah.
Dan perang ini dianggap perang terakhir dan pertempuran militer tersengit yang pernah terjadi antara mereka. Ketika Nabi shalallahu alaihi wasallam hijrah ke Madinah dan Allah SWT dengan risalah-Nya mempersatukan hati penduduk kota Madinah. Tidak ada lagi perbedaan suku antara mereka. Tidak ada lagi primordialisme, yang ada hanya muslim.
Pada suatu hari, seorang Yahudi yang keji bernama Syas bin Qais berjalan melewati sekelompok sahabat nabi yang sedang duduk-duduk sambil berbincang penuh dengan rasa riang, tawa, rukun dan damai antara mereka. Terbakar hati Syas melihat kerukunan dan keakraban itu. Syas befikir bagaimana bisa orang-orang Aus dan Khazraj duduk bersama dengan penuh keakraban dan damai.
Lalu Syas berfikir dalam dirinya bahwa hal ini merupakan ancaman bagi eksistensi orang-orang yahudi. Karena sungguh, konflik antara Aus dan Khazraj merupakan jaminan keberlangsungan hidup bagi orang yahudi. Orang-orang yahudi memonopoli penjualan senjata kepada suku Aus dan Khazraj. Dan ini tentu merupakan keuntungan bagi mereka dari segi ekonomi.

Read more

copyright @acehmarket.id 

Menuju Islam Kaffah

Selamat Datang di
MRB Baiturrahman