Gema edisi Jumat, 09 Februari 2018
Oleh: Sayed Muhammad Husen
Wakil Presiden RI sekaligus Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Muhammad Jusuf Kalla (JK) mengungkap sebuah cara menangkal paham radikalisme di masjid-masjid di Indonesia. “Cara mengelolanya, pengurusnya harus paham dan juga tahu siapa yang ceramah harus diketahui dia punya background-nya,” ujarnya.
Tahun sekarang dan tahun akan datang juga disebut-sebut sebagai tahun politik dengan akan diselenggarakannya Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019. Namun, menurut JK, tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika masjid dimanfaatkan sebagai tempat kampanye politik, karena sudah ada undang-undang yang tidak membolehkan hal itu. “Undang-undangnya tidak membolehkan,” ucapnya.
JK mengatakan, berdasarkan pengalaman selama ini tidak ada juga yang berani memanfaatkan masjid sebagai kampanye politik. “Kalau sendiri ada kampanye masjid biasanya jamaah juga yang akan menghentikannya, karena di masjid itu kan juga berbagai partai, berbagai pilihan. Jadi biasanya di masjid tak akan terjadi,” katanya.
JK menambahkan, meskipun masjid di Indonesia ada yang dimiliki perorangan atau kelompok tertentu, DMI dan jaringan masjid lainnya harus mengantisipasi paham radikalisme dan kampanye politik praktis.
“Kita bersatu di tujuan, bersatu di sistem, bersatu dalam cara pengelolaan masjid dan juga cara bagaimana membatasi untuk mengatur. Seperti itu lah jadi kordinasi-koordinasi ke bawah ini apa program kita dan perbaikan kita,” jelasnya.
Kita sepakat dengan JK, bahwa lingkungan masjid harus bebas dari radikalisme. Selain itu masjid pun dapat berperan dalam mengkampanyekan anti radikalisme dan berbagai bentuk kekerasan dan pelangaran hukum.
Seperti dikatakan JK, satu pendekatan dapat dilakukan pengurus masjid untuk menanggal radikalisme dengan mengenali latar berlakang siapapun narasumber, pemateri dan pengasuh pengajian di lingkungan masjid. Materi yang disampaikan dalam pengajian-pengajian, khutbah dan kegiatan keislaman lainnya perlu direncanakan dengan baik.
Radikalisme adalah pemaksaan tindakan, pandangan dan pendapat yang disampaikan secara eksterm. Sering juga dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan melanggar hukum. Radikalisme tidak mempertimbangkan pandangan dan pendapat pihak lain sebagai alternatif kebenaran .
Karena itu, pengelola masjid mesti memberi ruang dan iklim yang kondusif untuk menyajikan moderasi Islam dalam setiap aktivitas ibadah dan muamalah di lingkungan masjid. Moderasi Islam menjadi pengimbang potensi radikalisme yang masih berpeluang tumbuh dan berkembang seriring dangkalnya pemahaman ajaran Islam, frustasi terhadap kondisi sosial politik dan idealisme tak tersalurkan.

