Puasa merupakan kewajiban seorang muslim dengan Allah, perintah puasa ditujukan kepada seluruh ummat Islam yang beriman. Dimana dalam bulan Ramadhan manusia dituntut menjaga diri dari segala nafsu dan hati sebagaimana ajaran Rasulullah saw.
Dalam bulan Ramadhan ada ibadah khusus yang wajib di lakukan oleh ummat nabi muhammad saw, yaitu ibadah puasa. Dalam disiplin ilmu ilmu fiqh makna puasa (shiyam) secara etimologi adalah menahan diri. Adapun secara terminologi syar’an puasa bermakna menahan diri dari hal hal yang membatalkan puasa, misalnya makan dan minum.
Mengenai bagaimana mencapai muttaqin dengan berpuasa Ketua Nahdlatul Ulama Banda Banda Aceh, Tgk Rusli Daud SHI MAg menjelaskan, selama satu bulan penuh ummat Islam melakukan puasa dengan menahan diri dari lapar dan haus dari sejak terbit matahari sampai terbenam. Ibadah puasa merupakan ibadah yang unik, bentuknya sangat privat (personal), tidak ada yang mengetahui seseorang itu berpuasa kecuali dirinya dengan Allah. Nabi Muhammad Saw mengatakan dalam sebuah hadis qudsi riwayat Imam Bukhari yang artinya: “Setiap amal manusia adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Salah satu eksistensi puasa adalah membawa manusia ke derajat muttaqin (taqwa). Allah swt mengatakan dalam Al Quran pada surat Al Baqarah ayat 183 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Imam Al Ghazali membuat puasa menjadi tiga tingkatan. Pertama adalah puasa orang awam, yaitu berpuasa hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja, satu sisi mereka melakukan puasa, tetapi mereka masih berbuat maksiat kepada Allah swt.
Kedua adalah puasa tingkatan orang khawash (khusus), dikatakan puasa orang khusus karena orang yang melakukan puasa ini tidak hanya menahan diri dari lapar dan dahaga, tetapi orang ini memaknai puasa dengan segala anggotanya yang lain serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga adalah puasa khawashul khawash. Orang khawashul khawash mampu memaknai esensi puasa dengan semua anggotanya, baik anggota dhahir maupun anggota bathin, inilah puasa yang bisa membawa derajat manusia kepada derajat Muttaqin, ada beberapa proses yang harus dilalui oleh seseorang khwashul khawash sebagaimana penjelasan di bawah ini.
Target Muttaqin
Muttaqin adalah orang yang bertaqwa, artinya orang yang takut kepada allah. Takut untuk berbuat maksiat takut melanggar perintah Allah. Rasa takut berbuat maksiat karena mereka takut akan siksa dan azab Allah. Mereka melaksanakan ibadah puasa benar-benar karena dilandasi oleh iman.
“Kita mengerti bahwa berpuasa itu meliputi perbuatan zahir dan batin, berpuasa secara batin adalah sebagaimana yang sudah di atur dalam ilmu fiqh, yaitu berniat serta menghindari dari hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum serta memasukkan sesuatu dalam rongga yang terbuka. Kalau seeorang hanya berpuasa pada tingkat zahirnya saja, maka orang itu belum bisa sampai kepada derajat takwa, karena masih kemungkinan mereka berbuat maksiat kepada Allah,” jelas Tgk Rusli Daud.
Waled menambahkan, orang khawashul khawash juga melakukan ibadah puasa secara batin, dimana mereka melakukan sesuatu hanya karena Allah, baik dalam bertutur kata maupun dalam berbuat. Mereka sudah memiliki rasa khasyyah (takut) yang kuat, juga memiliki sifat muraqabah, dengan sifat ini mereka selalu menyakini dimanapun mereka berada, apapun yang mereka lakukan, Allah tetap mengintip dan melihat mereka.
Sehingga mereka tidak berani melawan perintah Allah dalam kondisi bagaimana pun. Khususnya dalam menjalani ibadah puasa, bukan saja anggota zahir saja yang berpuasa, tetapi hatinya juga berpuasa dengan bersikap sabar, kasih sayang, jujur dalam ucapan dan perbuatan. Semua itu dilandasi oleh sifat ihsan. Keberadaannya sudah dekat dengan Allah, semua sikap inilah yang bisa membawa derajat seseorang untuk sifat taqwa.
Muttaqin dan Syurga
Sebagai ummat beriman harus mampu mengatur diri sehinnga dapat mengkondisikan Bulan Ramadhan sebagai upaya psikologis. Seperti penjelasan Ketua PW Al Washliyah Aceh, Dr Ridwan Nurdin MCL, seruan puasa Bulan Ramadhan ditujukan kepada orang yang beriman, karena itu, pihak yang berpuasa adalah orang beriman. Posisi ini penting karena kalau bukan iman puasa sesuatu yang “berat”. Namun dengan iman semua jadi mudah. Untuk itu kokohkanlah iman dengan memperbanyak ibadah kepada Allah SWT.
“Hanya muttaqin ini balasan syurga, karena puasa yang dilaksanakan hendaklah puasa yang akan membawa ke syurga. Karena banyak sekali ayat Al Quran yang menyatakan orang bertaqwa masuk syurga,” kata Ridwan Nurdin.
Terkait dengan puasa, ada puasa yang memenuhi rukun sah yaitu puasa sesuai fiqh karena terpenuhi syarat dan rukun serta menjauhi hal yang membatalkan puasa. Hal lain adalah puasa yang mendatangkan pahala penuh artinya adalah prilaku yang mengakibatkan pahala puasa menjadi berkurang seperti; berbohong, mencela dan sebagainya.
“Untuk meraih muttaqin maka perlu dilaksanakan ibadah puasa sah secara fiqh dan meraih pahala penuh. Juga memperkuat ibadah shalat sunnah seperti tarawih, witir, membaca Al Quran, berbuat baik, bersedeqah. Semua ini adalah perbuatan yang sangat dianjurkan dan balasan pahala berlipat ganda,” tambahnya.
Untuk meraih muttaqin Ridwan ikut memaparkan diperlukan suatu keikhlasan dalam melakukan ibadah puasa dan ibadah lainnya. Iman merupakan faktor penentu yang memiliki sifat menurun dan meningkat (yazid dan yankus). Ada saatnya iman kita menguat dan ada saatnya menurun. Tentu dalam bulan Ramadhan ini diharapkan iman meningkat.
Durasi Ramadhan hanya satu bulan tetapi kontribusinya untuk hamba tentu sangat berpengaruh. Untuk itu perlu disadari bahwa seorang hamba harus serius dan semangat melakukan ibadah yang disediakan dalam Bulan Ramadhan. Mulai dari wajib sampai yang sunnah dengan variasi yang demikian banyak. Shalat wajib, sunnah, puasa, sedeqah, tadarus, dan sebagainya. Moga kesemunnya dapat dilakukan dengan baik.
“Ramadhan hanya setahun sekali, karena itu manfaatkanlah kesempatan ini dengan serius, khusyuk dan tepat sehingga target menjadi hamba yang muttaqin dapat diraih. Hindari perbuatan mengurangi pahala puasa,” pungkasnya.
Syarat Muttaqin
Mantan Ketua PII Aceh, Zulkarnain Gamal menambahkan, supaya dapat mengantarkan puasa mencapai katagori tattaqun, pertama sekali harus ada ilmu berpuasa. “Kalau seseorang mengerjakan amal ibadah tetapi tidak ada ilmu hal ini tergolong ibadah belum sempurna, karena tidak tau cara, tidak tau mana yang wajib, sunat dan larangan. Katagori orang berpuasa seperti ini adalah kategori orang ibadah taklid,” sambung Zulkarnain.
Kedua, benar-benar beriman kepada Allah SWT, maka memerintahkan puasa ini pada orang yang beriman. Kata iman dalam Al-Quran Allah ulang 857 kali. Artinya tidak mungkin bisa istiqamah jika tidak beriman.
Ketiga, hati yang bersih, hati yang kotor selalu ada campur tangan syaitan. Rasulullah membagi hati menjadi dua katagori : Pertama hati segumpal daging yaitu binatang dan kita memilikinya. “Jika hati masih segumpal daging itu belum sebenarnya hati, hati yang kotor mudah dihasut syaitan keragu-raguan, hati seperti inilah mudah dikupas oleh syaitan, mudah marah, mengasut, memfitnah, iri terhadap orang dan tidak senang melihat orang kaya, tetapi hati yang bisa menerima amanah dari Allah SWT, menjaga ibadah secara konsekuens, itu yang sebenarnya hati orang beriman,” ucapnya.
Keempat, harus menjaga sumber makanan jangan makanan haram. “Bersih hati dan bersih makan, ada dua hal harus dijaga dalam berpuasa yaitu pelihara energi fisik dan psikis iman yang harus disiram dengan zikrullah, tadarus, kalau tidak sia-sia berpuasa,” jelasnya lagi.
Target agar menjadi muttaqin tinggalkan semua larangan Allah dan kerjakan aturan yang wajib dan sunnah. “Seperti mengupat itu jangan dikerjakan, jika tidak ada keperluan jangan keluar rumah, kita harus punya target dalam bulan Ramadhan, misal satu hari satu juz, besoknya tambah menjadi dua jus, target akhir bisa khatam Alquran, shalat tarawih, witir, tahajud dan dhuha,” pinta Zulkarnain.
“terakhir berani membuang keburukan dalam diri kita, menangis tengah malam minta ampun kepada Allah. Dalam Alquran dianjurkan jangan berkungsi dengan syaitan. Kita harus muhasabah diri sendiri buang ego dalam diri kita atau kelebihan yang kita peroleh, missal kita yang pandai orang lain tidak pandai, saya yang benar orang lain tidak benar,” sarannya. (Jannah)