Tjoet Nja’ Dhien Hafidz  Quran

Tanya Ustadz

Agenda MRB

Anda masih ingat film  kolosal

...

Anda masih ingat film  kolosal Tjoet Nja’ Dhien yang diputar di bioskop di era tahun 1980-an? kala itu pemerintah mewajibkan  seluruh pelajar untuk menonton film yang digarap   oleh Eros Djarot dengan pemeran utama Christina Hakim.  Ada keharuan bagaimana semangat Tjoet Nja’ Dhien berjuang dan tidak mau dirinya disentuh oleh kaphe-kaphe Belanda. Tjoet Nja’ memiliki kecerdasan luar biasa. Sutradara  Eros membaca ratusan buku  untuk merekonstruksi dialog-dialog penuh hikmah.

Setelah ditangkap di rimba Aceh Barat, Tjoet Nja’  diasingkan ke Kutaraja.  Rakyat yang mengunjungi dirinya tak pernah berkurang.  Matanya rabun dan fisiknya rapuh.  Belanda paham, kehadiran  rakyat ke penjara  di Keudah bisa memompa semangat perang bagi rakyat.  Karena itu, Belanda ingkar janji yang  mulanya tidak membuang Tjoet Njak dari Aceh. Faktanya Belanda mengasingkan ke Negeri  Pasundan. Kata kunci jangan sekali-kali percaya 100% kepada lawan termasuk kawan.

Bagaimana Tjoet Nja’  dibawa ke Sumedang ?  Ada asisten yang membantu Tjoet Nja’  dalam perjalanan.  Dari Pelabuhan Ulee Lheu  berlabuh sejenak di pelabuhan Singapura lalu ke Pelabuhan Sunda Kelapa di Batavia. Sebelum dibawa ke Sumedang, Tjoet Nja’  ditahan  di penjara bawah tanah yang sadis di Kota Tua Jakarta.

Pangeran Aria Soeria Atmadja, Bupati  Sumedang ke-XX  mengambil alih urusan tawanan perang dari Aceh itu. Aria adalah bupati yang mengurus Tjoet Nja’  dan menunjuk KH R Sanusi (imam besar dan qadi Sumedang) dan Ibu Nyai Khodijah sebagai juru rawat Tjoet Nja’ .

Bupati Sumedang merahasiakan identitas Tjoet Nja’  .  Tidak ada  yang tahu perempuan tua ini sosok yang bikin petinggi Belanda apoh-apah. Warga  hanya  tahu perempuan renta ini  guru ngaji yang hafal al-Quran. Warga memanggilnya Ibu Prabu atau Iboe Soetji  sebagai panggilan kehormatan.

Dalam berkomunikasi sehari-hari Tjoet Nja’  dengan KH Sanusi menggunakan bahasa Arab.  Rumah tempat tinggal Tjoet Nja’  di Sumedang dijadikan cagar budaya,  Semua keperluam Tjoet Nja’ dilayani oleh Bupati Sumedang karena srikandi ini menolak semua pemberian dalam bentuk apapun dari kaphe-kaphe Belanda.

Tjoet Nja’  berpulang ke Rahmatullah pada  Selasa, 6 November  1906 (19 Ramadhan 1324 H) dan dikebumikan di kompleks pemakaman bangsawan Sumedang. Dua orang yang mengurusnya yaitu KH R Sanusi dan Ibu Nyai Khodijah dimakamkan di satu kompleks dengan Tjoet Nja’ . Setelah  dikebumikan, Belanda merahasikan lokasi makam itu  karena dihantui ketakutan  bangkitnya  jihad fisabilllah.  Keberadaan makam Tjoet Nja’  terungkap pada 1959  atau hampir 50 tahun setelah wafat.  Masa itu Gubernur Aceh Ali Hasjmy memerintahkan mencari di mana kuburan Tjoet Nja’  berdasarkan arsip-arsip kolonial Belanda.  Tjoet Nja’  menampar anaknya Tjoet Gambang dan lalu memeluknya karena menangis ayahanya.  Toekoe Oemar  syahid pada Sabtu , 11 Februari  1899  subuh (30 Ramadhan 1316 H) setelah sebutir peluru emas menembus dada kanan oleh serdadu Marsose.
“Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah  syahid,”bisik Tjoet Nja’ kepada Tjoet Gambang.

Tjoet Nja’  dinobatkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan  SK Presiden RI No 106 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964.  Mari kita kirimkan al-Fatihah kepada pejuang bangsa Aceh ini dan kita  wajib belajar banyak dari kegigihan Tjoet Nja’  yang carong berhahasa Arab, pengatur ahli perang, penghafal al-Quran,  guru ngaji, teguh prinsip, setia kawan,  dan sebagainya.  Sesuatu yang langka di Aceh sekarang.  [Murizal  Hamzah]

Dialog

Pustaka Baiturrahman

Tafsir dan Hadist

Dinas Syariat Islam

Menuju Islam Khaffah

Tabloid Gema Baiturrahman

Alamat Redaksi:
Jl. Moh. Jam No.1, Kp. Baru,
Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh,
Provinsi Aceh – Indonesia
Kode Pos: 23241

Tabloid Gema Baiturrahman merupakan media komunitas yang diterbitkan oleh UPTD Mesjid Raya Baiturrahman

copyright @acehmarket.id 

Menuju Islam Kaffah

Selamat Datang di
MRB Baiturrahman