Gema Jumat, 30 Oktober 2015
oleh: Sayed Muhammad Husen
Ulama di Aceh adalah perpaduan ulama dayah dan cendikiawan muslim, yang berhimpun dalam organisasi MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama). Inilah representasi organisasi ulama. Dengan regulasi yang ada, MPU menjadi bagian dari pemerintah. Ulama dan pemerintah kedudukannya sejajar dalam politik pemerintahan di Aceh.
Selain MPU ada juga ulama dayah yang mengorganisir diri, seperti HUDA (Himpunan Ulama Dayah Aceh), MUNA (Majelis Ulama Nanggroe Aceh), Persatuan Dayah Inshafuddin dan Perkumpulan Dayah Darussa’adah. Sementara ulama modernis kabarnya akan menghimpun diri dalam wadah yang masih embrional: PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) atau bisa saja nama lain.
Kita melihat, betapa penting dan strategisnya peran ulama di Aceh. Mereka telah berperan sejak masa kolonial dalam membangun kesadaran ummat melakukan jihad fiisabillah, menegakkan kebenaran dan melawan kekafiran. Ulama Aceh selalu menjadi referensi untuk problem solving (pemecahan masalah) pada masa kepemimpinan Soekarno, Soeharto hingga sekarang ini.
Demikian juga ulama sebagai aktor konflik dan damai, telah menunjukkan kiprahnya yang efektif, sehingga Aceh tak berlarut-larut berada dalam ketegangan berkepanjangan. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat Aceh menjadikan ulama sebagai referensi utama dalam berpikir dan bertindak. Ulama yang kita maksudkan adalah ulama dayah dan cendikiawan muslim.
Karena itu, kita mengapresiasi kinerja MPU yang telah mengoptimalkan peran dan fungsinya sebagai mitra sejajar pemerintah. MPU sudah melahirkan banyak fatwa dan taushiah yang dapat digunakan sebagai panduan penyelengaraan pembangunan Aceh. MPU menyelesaikan masalah-masalah keummatan seperti aliran sesat, khilafiah dan berbagai problem sosial kemasyarakatan lainnya. MPU juga menyelesaikan “perdebatan” tentang tata cara pelaksanaan shalat Jumat.
Melalui muzakarah baru-baru ini, MPU telah membuat keputusan yang akomodatif. Memenuhi harapan banyak pihak. Tinggal lagi keputusan ini ditindaklanjuti oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kab/Kota dalam bentuk regulasi, sehingga mengikat semua pihak yang berkepentingan, terutama pengurus masjid.
Kita berharap, fatwa dan taushiah MPU tetap menjadi referensi ummat Islam dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial keislaman, politik dan ekonomi ummat. Dalam hal ini, MPU haruslah menawarkan solusi masalah-masalah keummatan secara jujur, shahih, dan dapat dipertanggungjawabkan.