Tabloid Gema Baiturrahman (Gema) adalah salah satu media cetak yang tetap eksis hingga usia 29 tahun, usia yang panjang dibandingkan tabloid lain. Kemampuan Gema bertahan dan tetap terbit selama 29 tahun adalah patut disyukuri, padahal dapat dikatakan Gema belum dikelola layaknya media profesional lainnya. Profesional yang dimaksudkan adalah kemampuan membiayai sendiri penerbitan dan pengelolaannya.
“Selama ini diketahui, Gema masih mendapat subsidi biaya cetak dari sumber sedekah jamaah Masjid Raya Baiturrahman (MRB),” kata Kepala UPTD Pengelola Masjid Raya Baiturrahman, Saifan Nur, SAg, MSi.
Namun menurut dia, semua ini patut disyukuri, sebab dengan tim redaksi dan pengelola yang punya komitmen terhadap penerbitan media dakwah islamiah, Gema telah berusia panjang. Gema selama ini dikelola dengan prinsip-prinsip pengelolaan sebuah media profesional, dari tahap mencari berita dan informasi, mengolahnya, menerbitkan, hingga mendistribusikannya kepada pembaca. Semua itu dilalukan secara disiplin oleh redaksi dan pengelola Gema. Hal ini patut dipertahankan.
“Berikutnya, bagaimana Gema dapat menyempurnakan rencana strategis dan rencana tahunan, dengan indikator kinerja dan target yang rasional yang dapat dicapai. Misalnya, Gema harus merencanakan target peningkatan oplah dan distribusi yang lebih luas. Jika tahun 2022 Gema mendapatkan dukungan Dinas Syariat Islam Aceh untuk distribusi ke 23 kab/kota, maka upaya itu perlu terus ditingkatkan,” harap Saifan Nur.
Karena itu, menurut Saifan, Gema perlu memetakan calon mitra dari kalangan pemerintah dan swasta untuk membantu meningkatkan pendapatan, oplah dan distribusi yang merata ke seluruh Aceh. Untuk ini, diperlukan pembenahan internal, sehingga sumber daya manusia yang ada cukup mendukung pengembangan bisnis Gema.
“Saya kira, dengan keterpaduan organisasi dan program kerja Gema dengan UPTD Pengelola MRB, Gema dapat kita kembangkan lebih maju lagi. Pengalaman Gema selama 29 tahun bisa digunakan untuk transformasi Gema yang tidak hanya fokus pada media cetak, namun secara terintegrasi mengembangkan juga media online dan media sosial,” lanjutnya.
“Semua itu harus berorientasi pada peningkatan peran masjid dalam dakwah islamiah, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pengelola Gema,” pungkas Saifan.
Agar lebih profesional
Pemimpin Umum Gema, Drs Tgk H Ameer Hamzah berpendapat, agar Gema lebih profesional, pertama, seharusnya media dakwah ini diasuh oleh wartawan-wartawan profesional yang memiliki pendidikan kewartawanan. “Selama ini Gema diasuh oleh amatiran. Jika Gema amatiran ketika meliput misalnya tentang laporan utama yang sudah direncanakan, sering tidak tuntas,” katanya.
“Kenapa tidak tuntas? Karena kita tidak memiliki tenaga profesional, itu penyebab utama. Menurut saya, jika Gema ingin maju, wartawan betul-betul dilatih dengan ilmu kewartawanan, tidak mesti kita harus cari yang baru, tetapi yang lama pun harus dibekali dengan ilmu kewartawanan, itu kuncinya,” urai Ameer.
Kedua, lanjut dia, Gema selama ini dibaca oleh ummat. Ummat itu harus merasakan suara Gema suara Islam. Karena ini suara Islam, mereka harus mencintainya. Mereka harus membaca, kalau perlu menyumbang atau membiayainya. Jika ada uang, Gema, insya Allah, akan lebih baik, bisa tambah wartawan dan pengasuhnya. “Tetapi jika ummat tidak mau membaca, maka Gema tidak akan maju, maka seperti ini terus,” kata Ameer.
Ketiga, tambahnya, karena Gema milik Masjid Raya Baiturrahman, artinya milik Pemerintah Aceh, maka Gema harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Yang paling penting, Gema itu netral tidak cenderung ke satu pihak, tidak cenderung ke kiri dan ke kanan, maka panjang umur. “Jika tiga faktor itu sudah terpenuhi, maka, insya Allah, Gema akan maju,” katanya.
Menurut dia, Gema sudah berusia 29 tahun, satu-satunya tabloid di Aceh yang panjang umur yaitu hanya Gema Baiturrahman, panjang umurnya juga ada sebab, misalnya ada bantuan dari masjid seperti ongkos cetak, kemudian teman-teman pengasuhnya itu sangat serius menganggap ini bagian dari ibadah, mereka berangkat dari ikhlas bukan karena gaji.
“Agar Gema lebih dikenal oleh masyarakat, seharusnya setiap masjid minimal dalam kota Banda Aceh, kantor-kantor pemerintah juga berlangganan, sehingga Gema lebih dikenal. Kalau sudah seperti itu baru hebat Gema,” ujar Ameer.
Ameer menyampaikan, memang ada satu hal yang tidak boleh dilupakan, sekarang sedang masa suram media cetak, bukan hanya di Aceh, tetapi juga di Indonesia, bahkan di dunia media cetak lagi suram. Oplah-oplah koran nasional pun turun, mungkin pengaruh teknologi media online. “Sulit bagi kita mengembangkan media cetak di saat kondisi sekarang,” ujarnya.
Perluas distribusi
Mantan wartawan Gema yang sekarang seorang guru dan penulis di Aceh Singkil, Sadri Ondang Jaya, menyarakan supaya Gema lebih profesional beritanya ditambah dari daerah atau kabupaten/kota di Aceh. Karena itu, perlu direkrut kontributor atau reporter daerah dan kemudian tambah halaman.
“Distribusinya harus meluas, paling tidak ke Masjid Agung Kabupaten/Kota seluruh Aceh. Jika boleh, Gema sedikit komersil dengan mendistribusikannya atau menjualnya ke pasaran,” saran Guru SMKN I Singkil Utara ini.
“Aceh yang punya kekhususan dibandingkan provinsi lain dan berlaku syariat Islam, belum memiliki media yang representatif untuk mendukung dan menyiarkan ajaran Islam. Ini pula peluang bagi Gema menjadi besar dan dipentingkan di Aceh,” pungkas Sadri. -Jannah, editor: smh