Salut. Sepotong kata pendek itu layak disematkan kepada anak-anak Aceh. Mereka telah melakukan gebrakan gerakan wakaf buku untuk Aceh. Adalah Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh bekerjasama dengan Institut Peradaban Aceh, Bandar Publishing dan Masyarakat Informasi Teknologi Aceh menggelar diskusi dalam rangka menyambut Hari Buku Se-Dunia dengan tema ‘Antara Buku dan Secangkir Kopi’ di Rumoeh Aceh Kompleks Museum Negeri Aceh Banda Aceh pada Sabtu lalu.
Dalam kegiatan setengah hari itu, Institut Peradaban Aceh telah mewakafkan 3.000 buku digital bertema Aceh, 25 kliping koran (repro) The New York Time yang memuat berita Perang Belanda-Aceh dan 17 emanuscript tentang Perang Aceh. Sementara penerbit lokal Bandar Publishing mewakafkan 10 judul buku bertema Aceh kepada 10 lembaga perpustakaan kampus, komunitas dan perpustakaan sekolah yang lansung diterima oleh perwakilan masing-masing.
Apa yang diharapkan dari gerakan wakaf buku ini? tidak lain kita semua berharap gerakan ini menjadi solusi untuk masyarakat Aceh yang sulit melakukan akses informasi dan ilmu pengetahuan. Karena itulah, kita semua sepakat, gerakan ini mesti mewabahi ke seluruh Aceh. kita sadar, gerakan wakaf buku adalah salah satu tiket ke surga. Siapa pun umat Islam selalu ingat dengan sabda Rasulullah SAW yakni Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang berdoa kepadanya. (HR Muslim). Jadi tunggu apa lagi, dengan wakaf buku yang bermutu, maka ilmu akan selalu mengalir. Sayidina Ali menyatakakan ikatlah ilmu dengan buku (menulis). Bahkan ulama besar Imam Al- Ghazali mengingatkan, “Kalau Anda bukan anak raja, dan bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.”
Mengapa gerakan wakaf buku ini menjadi salah satu jihad yang utama di Aceh? karena melalui gerakan yang dimotori oleh anak-anak Aceh akan terbentuk generasi yang gemar membaca. Tidak ada ayat yang pertama turun yakni perintah membaca. Untuk membaca, maka mesti ada yang ditulis alias ada buku.
Dalam hal ini, penulis teringat dengan ungkapan politisi dan komandan militer Israel Moshe Dayan yang menjelaskan tiga kelemahan muslim saat ini yakni Mereka malas, tidak mempelajari sejarah sendiri dan yang spontan dan tak terencana. Pada kesempatan lain, Moshe menegaskan apakah kalian pikir orang Arab bisa mengalahkan kami?” “Tidak sampai mereka terlebih dulu belajar bagaimana membuat garis lurus ketika naik bus alias bisa antri, tidak berebutan.
Tokoh inteleketual Islam DR Raghib AsSirjani dalam sebuah buku mengutip kalimat orang Yahudi, “Kita orang Yahudi tidak takut dengan umat Islam, karena umat Islam adalah umat yang tidak gemar membaca.” Umat Islam yang mayoritas di Indonesia belum menempatkan membaca buku sebagai sebuah kebutuhan. Mengutip survei, Indeks kegemaran membaca oleh warga Indonesia hanya 0.001. Artinya, dari 1.000 penduduk Indonesia hanya satu orang yang gemar membaca. Sedangkan Singapura, ada 45 orang gemar membaca dari jumlah survei 100 orang. Demikian juga, waktu membaca per hari warga Amerika dan Jepang, rata – rata 8 jam. Sedangkan Indonesia, hanya 2 jam sehari. Selebihnya, kita habiskan waktu untuk bercanda, fitnah dan sebagianya.
Di sisi lain, melalui gerakan wakaf buku bisa disalurkan buku-buku bermutu dari yang bertema pertanian, ekonomi, agama kepada pustaka-pustaka masjid, sekolah dan sebagainya. semua umat Islam bisa berperan dengan menjadi bagian dari gerakan wakaf buku yakni mewakafkan buku-buku bermutu kepada pustaka. Kita awali gerakan ini dari sekarang agar umat Islam bisa berjaya di dunia dan akhirat. nMurizal Hamza