Gema JUMAT, 27 November 2015
Oleh: Sayed Muhammad Husen
Lembaga Wali Nanggroe (LWN) yang dibentuk dengan Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2012, yang kemudian diubah dengan Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2013, dimak- sudkan sebagai implementasi MoU Helsinki, 15 tahun lalu. Kedua pihak ketika itu, GAM dan Pemerintah RI, berkomitmen menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh dan berkelanjutan. Salah satu tindak-lanjut penjanjian damai itu adalah pembentukan LWN, sebagai pelaksanaan UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerin- tahan Aceh.
Menurut Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2013 pasal (3), LWN dibentuk dengan tujuan mempersatukan rakyat Aceh, meninggikan dinul Islam dan mewujudkan kemakmuran rakyat. Selain itu, LWN dibentuk untuk menegakkan keadilan, menjaga perdamaian, menjaga kehormatan adat, tradisi, sejarah dan tamaddun Aceh. Mewujudkan pemerintahan rakyat Aceh yang sejahtera dan bermartabat.
Kemudian, pada pasal (4) menyebutkan, LWN dilengkapi dengan susunan kelembagaan yang meliputi Wali Nanggroe, Waliyul’ahdi, Majelis Tinggi, Majelis Fung- sional dan Lembaga Struktural. Majelis Tinggi terdiri dari Majelis Tuha Peut Wali Naggroe, Majelis Fatwa dan Ma- jelis Tuha Lapan Wali Nanggroe.
Dalam pengaturan qanun, LWN juga dilengkapi den- gan majelis fungsional meliputi: Majelis Ulama Nanggroe Aceh, Majelis Adat Aceh dan Majelis Pendidikan Aceh. Ditambah lagi Majelis Ekonomi Aceh, Baitul Mal Aceh, Bentera, Majelis Hutan Aceh, Majelis Khazanah dan Ke- kayaan Aceh, Majelis Pertambangan dan Energi, Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan serta Majelis Perem- puan. Sementara Lembaga Strultural Wali adalah Keuru- kon Katibul Wali.
Wali Nanggroe, Malik Mahmud Alhaythar, dikuku- hkan 16 Desember 2013 dan Katibul Wali dilantik 30 Desember 2015. Selanjutnya kita tidak mendapatkan in- formasi mengapa waliyul’ahdi, majelis tinggi dan majelis fungsional hingga sekarang belum juga dilengkapi dan dikukuhkan. Wali Nanggroe masih sendiri dan dibantu Lembaga Struktural Keurukon Katibul Wali. Hal ini bisa terjadi akibat masalah-masalah regulasi, anggaran atau bahkan soal kebijakan politik.
Kita yakin LWN akan berproses menjadi teori baru dalam praktek demokrasi di negeri ini. Selama ini kes- eimbangan politik di Aceh dilakukan oleh parlemen dan media, sementara dengan keberadaan LWN diperkirakan dapat membuat dinamika politik Aceh akan lebih dinamis dengan karakteristik lokal. Karena itu, perlu langkah-lang- kah konkret mengisi kelengkapan LWN. Tidak membiarkan wali hanya sendiri.